Terasmedia.co Bengkulu – Aktivis Masyarakat Adat yang juga Koordinator Federasi Serikat Buruh Keadilan (FSBK) Provinsi Bengkulu, Anton Suprianto Zakaria mendukung penyelesaian kasus sengketa tanah yang saat ini sedang didalami oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bengkulu. Menurut Anton, dengan turun tanganya Kajati Bengkulu, persoalan kasus konflik agraria antara perusahaan perkebunan PT Daria Dharma Pratama (DDP) dengan kelompok tani Mukomuko berharap bisa selesai.
“Kami dari organiasi FSBK dan masyarakat adat yang ada di Bengkulu mendukung usaha penyelesaian kasus tanah antara perusahaan perkebunan PT Faria Dharma Pratama (DDP) dengan kelompok tani Mukomuko berharap bisa selesai,” kata Ketua FSBK Bengkulu, Anton Suprianto Zakaria kepada awak media, Selasa (1/8/2023).
Dijelaskan Anton, kasus sengketa tanah kerap menimbulkan konflik berkepanjangan di masyarakat. Karena itu, Anton yang memang aktivis masyarakat adat dan aktif mengadvokasi buruh-buruh perkebunan mendukung penuh Kajati Bengkulu untuk menyelelesaikan persoalan agraria antara korporasi dan masyarakat.
“Harapannya Kajati Bengkulu bisa memanggil BPN, Masyarakat dan Perudahaan untuk terlibat aktif dalam penyelesaian konflik agraria di Mukomuko. Sekali lagi, saya memohon Pak Kajati Bengkulu untuk menyelesaikan persoalan ini agar segera selesai,” beber Anton yang juga salah satu kader dari Ansor.
Sebelumnya dineritakan, bahwa Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bengkulu, Dr Heri Jerman telah melakukan penyelidikan. Pihaknya ingin mengetahui terlebih dulu persoalan konflik agraria tersebut.
“Saya masih lakukan Puldata untuk mengetahui duduk persoalan dan permasalahan,” ucap Kajati Bengkulu, Dr Heri Jerman lewat pesan WhatsAapnya, Senin (31/7/2023)
Sementara itu, Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kejaksaan Tinggi Provinsi Bengkulu untuk mempelajari secara utuh anatomi konflik agraria antara perusahaan perkebunan PT Daria Dharma Pratama (DDP) saat ini.
“Kami mendorong agar penyelesaian konflik agraria antara korporasi dan masyarakat harus diselesaikan secara win win solution dengan pendekatan persuasif. Dalam konteks ini, pengetahuan dan pemahaman yang utuh terkait sejarah dan anatomi konflik agraria harus dikaji secara mendalam oleh pemerintah khususnya penegak hukum”, ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Sabtu (29/07).
Menurutnya, masyarakat kelompok tani Maju Bersama Kabupaten Mukomuko memiliki alasan hukum yang tidak bisa diabaikan oleh penegak hukum. Masyarakat dan Ulayat tentu memiliki pengetahuan yang lebih utuh terkait hak dan penguasaan atas tanah yang ada di lingkungannya.
“Kami tidak ingin menyalahkan pihak manapun, tapi Konflik agraria yang terjadi di banyak daerah menjadi bukti kegagalan negara dalam mewujudkan keadilan agraria antara korporasi dan masyarakat. Reformasi agraria belum mampu menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat adat”, tegasnya.
Pengembangan investasi di sektor kata Sultan, adalah kepentingan nasional yang penting untuk didukung oleh semua pihak. Namun, Kesenjangan penguasaan lahan antara korporasi dan masyarakat petani menjadi pokok persoalan konflik yang harus dijadikan perhatian serius pemerintah.
Pemerintah daerah juga perlu mengambil peran sebagai mediator bagi kedua belah pihak yang berkonflik. Konflik agraria tidak boleh dibiarkan terjadi berkepanjangan dan mengganggu aktivitas bisnis dan ekonomi daerah”, tutupnya.