Al-Quran Tentang Teladan dan Praktik Toleransi
Buku ini mengajarkan pembaca untuk dapat memberikan penilaian terhadap kesalahan, namun bukan membenci yang bersalah; membenci kedurhakaan, tetapi mengasihi dan memaafkan yang berdosa; mengkritik pendapat, dengan tetap menghormati pengucapnya, menyembuhkan penyakit dan mengusir penderitaan, bukan mengenyahkan yang sakit, bukan juga mengusir penderita.
Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin menilai buku Toleransi ini, meskipun kecil, padat dengan rujukan Al-Qur’an, Hadis, bahkan sejarah. Misalnya disebutkan bahwa Khalifah Umar r.a. ketika dipersilakan untuk salat di dalam gereja, beliau memilih untuk salat di tangga.
“Saya khawatir, jika saya salat di dalam, nanti umat Islam akan mengklaim gereja itu milik kita, lalu mereka ubah jadi masjid,” kata Umar beralasan.
Dr. TGB. Zainul Majdi, MA, yang juga hadir sebagai pembahas melihat Prof Dr Quraish Shihab dalam buku terbarunya yang bertajuk “Toleransi” ini ingin meletakkan sesuatu pada tempatnya. Menurut TGB, panggilan akrabnya, kemampuan untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya itu sangat penting, di dalam berislam, bersosialisasi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebab, itulah ajaran Islam.
“Rasulullah, ketika bicara tentang akidah dan ritual ibadah dengan ketika berbicara tentang muamalah itu berbeda. Kalau bicara tentang akidah itu singkat dan sederhana, tidak ada improvisasi dalam akidah,” ujarnya.
“Terkait ritual ibadah, juga sama dengan akidah, prinsipnya mengikut saja. Misalnya, salatlah sebagaimana Salat Rasulullah,” sambungnya. Hal itu, berbeda dengan saat bicara tentang muamalah.
Prof Quraish menyampaikan terima kasih atas apresiasi yang disampaikan oleh pembahas. Namun, penulis Tafsir Al-Misbah ini juga menyayangkan tidak ada kritik yang disampaikan pembahas terhadap bukunya. Menurutnya, tidak ada suatu karya yang tidak ada kekurangannya. “Mestinya ada kritik, yang kita harapkan untuk perbaikan cetakan yang akan dating,” pesannya.
Direktur Muslim Elders Indonesia Muchlis M Hanafi, selaku moderator acara, menyampaikan apresiasi atas penerbitan buku ini oleh Majelis Hukama Indonesia bekerjasama dengan Lentera Hati.
Direktur Penerbit Lentera Hati Nasywa Shihab mengemukakan secara khusus alasan terbitnya buku bertema toleransi ini. Menurutnya, Indonesia adalah negara yang sangat beragam, baik agama, suku, ras, budaya, dan lainnya. Keragaman itu bahkan ada di internal masing-masing agama, termasuk Islam. Pada saat yang sama, dunia saat ini sedang dihadapkan pada adanya praktik intoleransi, termasuk yang saat ini dirasakan marak di media sosial. Agama dimainkan untuk isu politik, saling menyalahkan dan memurtadkan, serta dinamika lainnya.
“Buku ini penting untuk hadir ke publik, tidak hanya untuk memahami makna toleransi, tapi juga sejumlah nilai yang diajarkan Al-Quran dan praktik yang diteladankan Nabi Muhammad saw,” tegasnya.