Terasmedia.co Serang – Lembaga Matahukum meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Banten melakukan audit terkait proyek pembangunan pemecah gelombang (Breakwater) yang dianggarkan tahun 2022 dan 2023 oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Pasalnya, pasalnya proyek menelan anggaran hingga Rp30 miliar tersebut kondisinya sudah rusak parah sehingga menimbulkan banyak tanda tanya dari berbagai kalangan masyarakat Banten.
“Alasanya karena menyangkut keuangan negara untuk kepentingan masyarakat jangan sampai uang negara ini menjadi kebocoran kejahtanan. Karena lemahnya pengawasan dari pemerintah khusus nnya aparat penegak hukum terutama Kejaksaan yang sudah jelas punya kewenangan untuk mendampingi baik itu proyek nasional atau pun proyek daerah,” Kata Sekjen Mata hukum, Mukhsin Nasir
Lebih lanjut, kata Muhksin, disamping itu amanah undang-undang dan juga pemerintah langsung dari Presiden kepada institusi Kejaksaan untuk dapat melakukan pengawasan proyek-proyek nasional maupun proyek daerah. Tunuanya agar tercapai program pembangunan negara untuk kepentingan rakyat salah satunya proyek pembangunan pemecah ombak yang terjadi di Kabupaten Pandeglang dan Tangerang.
“Hasil investigasi tim kita di lapangan mengenai anggaran 30 miliar proyek pemecah ombak (Breakwater) di Pandeglang tahun 2022 dan 2023 dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Sementara untuk di Kabupaten Tangerang dari data sistem elektronik pengadaan barang dan jasa Provinsi Banten, proyek yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) itu dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten pada APBD dengan CV Kakang Prabu yang memenangkan lelang melalui tender dengan harga penawaran Rp3.779.701.883, ” ucap Mukhsin.
Demikian kata Mukhsin, dengan anggaran proyek yang sangat fantastis tersebut, maka BPK harus melakukan audit nilai anggarannya di dua tempat proyek pemecah ombak yaitu Kabupaten Tangerang dan Lebak. Kata Mukhsin, apakah nilai anggaran proyek pemecah ombak di dua tempat itu sesuai dengan fisik pembanguan atau tidak, maka dari itu perlu BPK melakukan audit.
“Banyak masukan masyarakat ke Mata hukum agar BPK segera lakukan audit terkait dua proyek pemecah ombak tersebut. Makanya saya menemui perwakilan dari BPK Banten dan berbicang-bincang terkait dugaan yang merugikan negara tersebut menjadi kegelisahan masyarakat. Sementara pihak BPK Banten sangat atensi apa yang disampaikan oleh Mata hukum terkait proyek pemecah ombak di Banten.” jelas Mukhsin Nasir saat berdiskusi bersama kedua orang perwakilan dari BPK Banten dengan direspon sangat positif.
Dalam diskusi tersebut, banyak persoalan-persoalan yang diceritakan oleh Mata hukum kepada BPK perwakilan Banten. Seperti proyek yang menjadi keluhan masyarakat soal pembangunan jalan, soal aset daerah yang saat ini ditangani oleh Kejati Banten, soal Hak Guna Usaha (HGU) PTPN yang statusnya habis, dan persoalan investasi tambang yang semakin merajalela di wilayah Banten khussus nya di kawasan hutan Lebak.
“BPK harus segera ikut terlibat melakukan audit untuk mencegah kebocoran agar mencegah kerugian negara akibat ulah-ulah oknum yang hanya memperkaya diri sendiri dibalik kesusahan perekonomian rakyat,” tutur Mukhsin Nasir saat menjelaskan tentang beberapa contoh kasus kejahatan tambang di Lebak kepada kedua perwakilan BPK Banten dengan penuh semangat.
Sementara itu, kedua perwkilan BPK Banten sangat mengapresiasi masukan yang disampaikan Mata hukum mengenai persoalan-persoalan prroyek ataupun investasi di Banten. Bahkan BPK Banten sangat menunggu surat resmi dari Mata hukum terkait persoalan dugaan kerugian tersebut. Tujuannya untuk segera ditindak lanjuti agar mencegah tidak terjadinya kebocoran dan mangrak.
Sekedar diketahui, Kejaksaan Tinggi Banten saat ini sedang menyelidiki dugaan korupsi pada proyek pembangunan breakwater atau pemecah ombak di Pelabuhan Cituis, Kabupaten Tangerang. Pengumuman ini disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Didik Farkhan Alisyahdi merujuk pada surat perintah penyidikan pada 7 Maret 2024.