Terasmedia.co Jakarta – Kondisi ekonomi global yang semakin memburuk kembali terlihat dari lemahnya angka produksi sektor manufaktur. Menurut survei yang dirilis oleh S&P Global, pabrik-pabrik di Amerika Serikat (AS) dan di seluruh zona euro melaporkan penurunan pesanan baru untuk produk manufaktur pada bulan Mei.
Data S&P Global menunjukkan sektor manufaktur AS jatuh ke wilayah kontraksi pada bulan Mei. Survei serupa yang dirilis oleh Institute for Supply Management yang menunjukkan industri manufaktur mengalami kontraksi selama tujuh bulan berturut-turut hingga bulan Mei, dengan laju yang lebih cepat daripada bulan sebelumnya,” Jakarta 20/06/23.
Menanggapi hal tersebut, Dewan Kehormatan Badan Koordinasi Nasional Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (BAKORNAS FOKUSMAKER) menyatakan :
“Di tengah melemahnya pertumbuhan industri manufaktur yang semakin mencemaskan, harus segera dilakukan upaya terkonsolidasi dan sistematis antar instansi untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur.” Ujar, Azka Aufary Ramli
Berikut ini merupakan beberapa penyebabnya :
Pergeseran Barang ke Jasa
Konsumen di seluruh dunia terpaksa mengurangi pengeluaran untuk bidang jasa pada 2020 karena pandemi, yang mengakibatkan lonjakan pembelian barang. Namun pascapandemi, konsumen mengalihkan pengeluaran mereka kembali ke jasa.
Suku Bunga Tinggi
Naiknya suku bunga untuk menjinakkan inflasi dengan mendinginkan permintaan, yang pada akhirnya mendorong bank untuk memperketat standar pinjaman.
Resesi
The Fed menegaskan kembali tentang resesi AS yang ringan di akhir tahun, meskipun pasar tenaga kerja negara itu tetap stabil. Data yang direvisi minggu ini menunjukkan bahwa 20 negara zona euro bakal ambles ke dalam resesi sekitar pergantian tahun.
Kenaikan suku bunga dan inflasi yang tinggi membebani konsumen dan bisnis di kedua wilayah, meskipun kenaikan harga telah berkurang dalam beberapa bulan terakhir.
Baca juga: Kejagung Kembali Periksa 1 Orang Saksi,Terkait Perkara BAKTI Menkominfo
Kemudian, bagaimana kaitannya dengan Indonesia?
Indonesia masih memiliki sejumlah risiko yang harus dihadapi selama 2023-2024. Diantaranya, melandainya harga-harga komoditas andalan ekspor karena permintaan global saat ini melemah.
“Situasi saat ini dinamis. Berbagai kemungkinan bisa terjadi dengan kenaikan suku bunga, capital outflow terjadi di seluruh negara berkembang dan bisa mempengaruhi nilai tukar, suku bunga, dan inflasi. Melemahnya permintaan global karena pertumbuhan global melandai akibat berkepanjangannya tren kenaikan suku bunga acuan di negara maju.” Ujar, Ketua Bidang Perdagangan DPP AMPI ini
Belakangan ini, masih berlanjutnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri manufaktur yang ada di Indonesia. Informasi PHK massal datang dari produsen sepatu Adidas yakni PT Panarub Industry di Tangerang, Banten. Sebanyak 1.400 karyawan dikabarkan terkena PHK.
Kondisi yang terjadi saat ini disebabkan oleh situasi global yang masih belum stabil. Sehingga, menyebabkan permintaan terhadap alas kaki buatan Indonesia menjadi berkurang.
Selain PT Panarub Industry, kabar PHK lainnya datang dari PT Horming Indonesia, produsen sepatu merk Puma melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 600 dari 2.400 karyawan dikarenakan menurunnya permintaan pesanan.
Kondisi PT Horming hampir sama dengan PT Tuntex, produsen pakaian Olahraga merk Puma yang tutup dan mem PHK 1.200 karyawannya pada April lalu.
“Semoga perekonomian di Indonesia dapat segera bangkit. Sehingga, tidak ada lagi perusahaan yang menambah daftar panjang PHK massal.” Tutup Politisi Muda Partai GOLKAR ini