Terasmedia.co JAKARTA – Rencana revisi Undang Undang-Undang Ibu Kota Nusantara atau IKN yang diajukan pemerintah ke DPR RI menjadi perhatian Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Menurutnya, keputusan merevisi UU IKN, dimana salah satunya untuk mengubah status tanah hak pakai/guna menjadi hak milik harus dikaji mendalam. Jangan lantas membuat negara menjadi penjual tanah. Apalagi menabrak UU Pokok Agraria.
“Setahu saya, merujuk hukum agraria, lahan negara tidak bisa dijual kepada swasta atau perseorangan atau pihak lain, apalagi orang asing,” tutur LaNyalla, Jumat (2/12/2022).
Lebih lanjut, LaNyalla menjelaskan, dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, setidaknya ada dua makna dalam urusan tanah milik negara. Yakni, dikuasai negara dan belum ada hak atas tanah apapun, serta tanah yang dimiliki instansi pemerintah dengan hak atas tanah tertentu, seperti hak pakai selama digunakan atau hak pengelolaan.
“Kedua jenis lahan tersebut tak bisa dijual begitu saja oleh negara, kecuali melalui tahapan pengalihan aset negara. Dan itu harus mendapat persetujuan legislatif,” sebutnya.
Jadi, imbuhnya, pemerintah harus cermat dalam membuat sebuah kebijakan, termasuk mengenai UU IKN. Jangan sampai kebijakan yang diambil justru merugikan negara.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan alasan revisi Undang Undang-Undang Ibu Kota Nusantara atau IKN salah satunya untuk mengakomodasi keinginan investor.
Salah satu permintaan investor itu, menurut Suharso, adalah status lahan yang awalnya hanya hak pengelolaan menjadi hak kepemilikan.
Baca Juga : Luarr Biasaa…!! Tinggalkan Pancasila, Ketua DPD RI Sebut Bangsa Dalam Proses Pembusukan
“Ya, mengenai soal tanah juga. Tanah kita ingin pastikan lagi karena para investor menginginkan untuk bisa bukan hanya mendapatkan hak selama 90 tahun atau bisa dua kali lipat 180 tahun, tapi bagaimana orang bisa beli nggak tanah di sana,” kata Suharso Monoarfa di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Desember 2022.(Deni/red)