Terasmedia.co Jakarta – Seorang Guru Besar di Universitas Jambi (Unja), Prof Dr Sihol Situngkir, SE., MBA., merasa dirinya diperlakukan dengan sangat tidak adil oleh aparat penegak hukum, lantaran dituduh melakukan dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap mahasiswa magang ke Jerman melalui program ferienjob.
Dalam konferensi pers dan klarifikasi yang dilakukan oleh Prof Dr Sihol Situngkir, SE., MBA., bersama Tim Kuasa Hukum di Restaurant Tamani, Gedung Melawai di Jalan Salemba Raya No 57-58, Jakarta Pusat, Prof Sihol Situngkir menegaskan bahwa dirinya kaget diberitakan secara massif sebagai Tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Saya kaget ketika diberitakan dan ditetapkan sebagai Tersangka kasus TPPO. Saya tidak melakukan yang dituduhkan itu kepada saya. Saya murni hanya sebagai dosen pengajar. Dan saya diminta berbicara mengenai pendidikan dalam koridor kampus Merdeka. Jadi, saya tidak merasa melakukan TPPO seperti yang dituduhkan kepada saya,” tutur Prof Sihol Situngkir, yang didamping Tim Kuasa Hukumnya, yang terdiri dari Sandi E Situngkir, SH., MH., Dr Fernando Silalahi, SH., MH, Parisman Sihaloho, SH., MH, dan Salamat Tambunan, SH., MH., Senin (01/04/2024).
Di tempat yang sama, anggota Tim Kuasa Hukum Prof Sihol Situngkir, Sandi Eben Ezer Situngkir menuturkan, penetapan Prof Sihol Situngkir sebagai Tersangka kasus TPPO adalah salah alamat.
“Polri keliru menetapkan Prof Sihol Situngkir sebagai Tersangka kasus TPPO ini. Kami melihat, Polisi tidak cukup aturan main dalam menetapkan Prof Sihol Situngkir sebagai tersangka. Dan ini bukan dalam lingkungan kerja Prof Sihol Situngkir. Ini dalam rangka belajar merdeka. Dalam rangka kampus merdeka,” tutur Sandi Eben Ezer Situngkir.
Oleh karena itu, Sandi Eben Ezer Situngkir menegaskan, Polri harua melihat persoalan ini sebagai adanya upaya yang diduga disengaja oleh pihak tertentu untuk mencoba mengganggu kepentingan Nasional Indonesia.
“Polri harus melihat persoalan ini secara jernih. Karena, kami melihat, ini ada kaitannya dengan kepentingan nasional kita,” ujarnya.
Sedangkan, anggota Tim Kuasa Hukum, Dr Fernando Silalahi, menambahkan, persoalan ini adalah persoalan yang sangat sumir. Sehingga perlu ada upaya melakukan klarifikasi dan komunikasi dengan berbagai pihak terkait untuk mengclearkan persoalan.
“Kami dari Tim Kuasa Hukum tetap mengikuti dan menghormati proses hukum yang sedang terjadi. Namun, keterlibatan berbagai pihak yang diduga saling berkaitan harus diklarifikasi, agar tidak terjadi dugaan pelanggaran hukum dalam kasus ini,” ujar Dr Fernando Silalahi.
Anggota Tim Kuasa Hukum Prof Sihol Situngkir lainnya, Parisman Sihaloho, menambahkan, hendaknya Polri dan berbagai pihak hendaknya berhati-hati melakukan penyebaran informasi dan bahkan memberitakan status Prof Sihol Situngkir.
“Hendaknya menahan diri, dan tidak melakukan massifikasi atau membuat dugaan-dugaan yang tidak faktual, dan tidak akurat. Kita mau, persoalan ini didudukkan secara proporsional dan obyektif,” ujar Parisman Sihaloho.
Dia juga menambahkan, pihaknya akan tetap mengikuti proses hukum yang terlanjur dilakukan oleh Polri. “Kita akan ikuti pemeriksaan oleh Mabes Polri, pada hari Rabu, 03 April 2024,” ujarnya.
Sebelumnya, viral dalam pemberitaan bahwa seorang Guru Besar Universitas Jambi, yakni Prof Dr Sihol Situngkir, SE., MBA., terseret kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), berkedok program magang ‘Ferienjob’ ke Jerman.
Guru besar Universitas Jambi (Unja) turut jadi Tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok magang (ferienjob) di Jerman. Dia adalah Sihol Situngkir atau SS (65).
Selain Sihol Situngkir atau SS, empat Tersangka lainnya yakni AJ (52), MZ (60), ER alias EW (39), dan A alias AE (37).
Bareskrim Polri juga telah membeberkan peran lima Tersangka itu, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengungkapkan Sihol Situngkir atau memiliki peran agar program magang ini dikemas layaknya seperti Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka.
Selain itu, Tersangka Sihol Situngkir atau SS juga berperan dalam mengiming-imingi bahwa program ferienjob ini adalah program unggulan.
Pada kasus ini 1.047 mahasiswa diberangkatkan ke Jerman, dan 86 di antaranya berasal dari Universitas Jambi (Unja).
Bukan magang, ternyata para mahasiswa dipekerjakan sebagai buruh kasar atau kuli di Jerman.
Hasil pengusutan yang dilakukan polisi, program ferienjob ini bukan bagian program merdeka belajar kampus merdeka. Kemenaker juga menyebut ferienjob tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri.
“Pernah diajukan ke kementerian, namun ditolak mengingat kalender akademik yang ada di Indonesia tidak sama dengan kalender akademik di Jerman,” terang Djuhandhani Rahardjo Puro.
Siapa Sebenarnya Sihol Situngkir?
Nama Sihol Situngkir cukup familiar di Universitas Jambi. Selama ini rekam jejaknya cukup bersih sebagai akademisi.
Dia lulusan S1 dari kampus negeri tertua di Jambi itu, dan juga menjadi dosen di sana. Gelar MBA didapatkannya dari University of South Australia Adelaide, dan gelar doktor dari Universitas Padjadjaran.
Saat ini statusnya sudah menjadi guru besar, dengan gelar dan nama lengkap Prof Dr Drs Sihol Situngkir MBA.
Dia juga pernah menjadi rektor di kampus swasta, tepatnya di Unika St Thomas Medan.
Sihol Situngkir lahir di Samosir, 1 Februari 1959 (dulu masih Kabupaten Tapanuli Utara). Jabatan pemerintahan di luar dunia akademik, dia pernah menjadi staf khusus Menteri Sekretaris Negara, pada saat Mensesneg dijabat oleh Sudi Silalahi, era Presiden SBY.
Dia dalam kurun waktu 2 tahun diberi jabatan sebagai Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat.
Sihol Situngkir Bantah Terlibat
Sihol Situngkir disebut-sebut sebagai sosok yang melobi puluhan kampus agar mengikutkan mahasiswanya ke program ferienjob.
Adapun Sihol membantah keterlibatannya mengajak kampus untuk bergabung atau mempromosikannya.
Bantahan itu dia sampaikan kepada media Tempo, dimuat di situs tempo.co pada 24 Maret 2024 pukul 09.56 dengan judul Guru Besar Tersangka Dugaan Perdagangan Orang Bekedok Magang Ferienjob Bantah Lobi Rektor-Rektor.
Program ferienjob yang dikerjakan PT SHB dan TV Cvgen itu diduga telah merugikan mahasiswa dalam jumlah besar.
Untuk bisa ikut program tersebut, mahasiswa harus bayar biaya daftar, dan memberi dana talangan puluhan juta.
Bukannya mendapatkan pekerjaan yang sepantasnya, justru ada yang dijadikan kuli kasar di Jerman.
Kasus ini terungkap setelah adanya informasi dari KBRI Jerman soal 4 orang mahasiswa yang datang ke KBRI mengaku sedang mengikuti program ferienjob.
Peran 5 Tersangka
Ada 5 Tersangka pada kasus TPPO berkedok magang ferienjob di Jerman ini, yakni dua Tersangka yang ada di Jerman berinisial perempuan yakni ER alias EW (39) dan A alias AE (37).
Tiga Tersangka lain adalah ada di Indonesia. Mereka adalah seorang perempuan inisial AJ (52) dan dua laki-laki yaitu SS (65) dosen di Jambi dan MZ (60).
Kelima Tersangka punya peran yang berbeda-beda. ER alias EW berperan sebagai pihak yang menjalin kerja sama dan menandatangani MoU PT SHB dengan universitas di Jakarta. ER diduga menjanjikan dana CSR ke pihak universitas.
AE diduga bertugas mempresentasikan program ferienjob ke universitas dengan dalih magang di Jerman. Dia juga meyakinkan mahasiswa untuk mengikuti program ferienjob di jerman.
Sementara Tersangka SS yang juga dosen di Jambi, yang membawa program ferienjob ke universitas untuk magang ke Jerman.
Dia juga mengemas ferienjob masuk ke dalam program Merdeka Belajar Merdeka Kampus.
SS melakukan sosialisasi program ferienjob ke kampus dan mahasiswa.
Tersangka AJ merupakan ketua pelaksana dan seleksi. Dia memfasilitasi mahasiswa untuk ikut program magang ferienjob, dia mengarahkan mahasiswa menggunakan dana talangan dari koperasi kampus.
Tersangka MZ merupakan Ketua LP3M. Dia merupakan orang yang diduga memfasilitasi mahasiswa untuk melakukan peminjaman dana talangan guna mengikuti program ferienjob.
Para Tersangka disangka Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Lalu, Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang pelindungan pekerja migran Indonesia, dengan ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.