Terasmedia.co Jakarta – Aktor senior Roy Marten dan Dwi Yan bersama kawan-kawannya diduga hendak menguasai lokasi tambang batu bara secara ilegal di Jambi, dengan cara terlebih dahulu mengambil alih perusahaan yang memperoleh hak resmi pengelolaan lokasi tambang itu.
Pemegang saham mayoritas PT Bumi Borneo Inti (BBI), Daniel Chandra, mengajukan perlindungan hukum kepada Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Kabareskrim), Komjen Pol Agus Andrianto, agar segera turun tangan mengusut tuntas praktik penguasaan dan pengelolaan atau pendudukan lahan tambang batu bara ilegal, yang dilakukan oleh kontraktor bodong yang menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK) bodong di Kabupaten Muaro, Provinsi Jambi, yang telah merugikan PT Bumi Borneo Inti (BBI).
Anggota Tim Kuasa Hukum, Daniel Chandra, Haris Budiman, menyampaikan, kliennya telah mengajukan Perlidungan Hukum kepada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrinto, pada Rabu (15/02/2023).
“Permohonan perlindungan hukum kepada Kabareskrim Agus Andrianto, atas manipulasi fakta dan kebenaran yang terjadi berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/B/0400/VII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 21 Juli 2022 atas nama Pelapor Herman Trisna,” tutur Haris Budiman, kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (15/02/2023).
Jadi, dijelaskan Haris Budiman, untuk memuluskan aksinya dalam menguasai PT Bumi Borneo Inti (BBI), dan lokasi tambang di Kabupaten Muaro, Jambi, seseorang bernama Herman Trisna melaporkan Daniel Chandra ke Bareskrim Polri.
Sebab, Herman Trisna sudah menjual-jual lokasi tambang itu secara sepihak dan tanpa hak kepada aktor senior Roy Marten dan kepada pihak-pihak lainnya.
“Mungkin, karena kadung sudah main secara ilegal, HT melaporkan klien kami Daniel Chandra ke Bareskrim Polri, atas dugaan manipulasi fakta dan kebenaran, seolah-olah PT BBI dan lokasi tambang di Muaro, Jambi itu masih menjadi hak pribadinya HT,” tutur Haris Budiman.
Anehnya lagi, kata dia, Penyidik di Bareskrim Polri pun menindaklanjuti laporan Herman Trisna itu.
Padahal, lanjutnya, Direktur Utama PT Bumi Borneo Inti (BBI) telah melaporkan Herman Trisna di Polda Jambi, tentang penambangan batu bara ilegal atau illegal mining dengan nomor surat penyelidikan: SP.LIDIK/292/IX/RES.5/2022/DITRESKRIMSUS pada tanggal 8 September 2022.
“Laporan HT ditindaklanjuti, sedangkan laporan Direktur PT BBI kepada HT di Polda Jambi sejak September 2022 lalu, tidak ditindaklanjuti. Ini juga suatu keanehan bukan?” ujar Haris Budiman lagi.
Karena itu, Daniel Chandra, melalui kuasa hukumnya, berharap, Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto, bisa memberikan perlindungan hukum kepada Daniel Chandra.
“Sekaligus, kiranya Kabareskrim bisa menindaklanjuti laporan Direktur PT BBI atas HT di Polda Jambi sejak September 2022 lalu itu,” ujar Haris Budiman.
Sebelumnya, terungkap bahwa seseorang berinisial HT (Herman Trisna-Red), berupaya menguasai lahan tambang, dengan menjual-jual Surat Perintah Kerja (SPK) bodong kepada sejumlah kontraktor lainnya, termasuk kepada aktor senior Roy Marten.
HT yang diduga sebagai seorang kontraktor bodong juga memberikan keleluasaan untuk bebas melakukan penambangan dan mengambil sebanyak-banyaknya batu bara yang disanggupi dari areal konsesi tambang batu bara Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) milik PT Bumi Borneo Inti (PT BBI), di Kabupaten Muaro, Jambi.
Herman Trisna alias HT yang masih mengklaim dirinya sebagai pemilik lama PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) diduga mengadakan sejumlah kontrak Surat Perintah Kerja (SPK) dengan pihak penambang dan kontraktor secara sporadis dan ugal-ugalan, hal itu terlihat dari banyaknya Open Pit Mining atau areal tambang terbuka yang ilegal, yang dibuka atas nama inisial HT.
Kondisi ini sudah dilaporkan oleh Pemilik lahan tambang yang sah yang juga Pemilik PT Bumi Borneo Inti (BBI) yang sebenarnya kepada pihak Polda Jambi. Namun, sungguh sangat disayangkan, aparat kepolisian tidak menggubris laporan warga yang merupakan pencari keadilan.
Polda Jambi tidak menindaklanjuti Surat Aduan yang dilayangkan oleh Direktur Utama PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) sejak bulan Agustus 2022 lalu. HT hanya dengan hanya berbekal fotokopian Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP), dan fotokopian akta yang sudah tidak valid, kok bisa membuka banyak kontrak yang tidak berdasar kepada para kontraktor tambang.
Setelah dicek di Direktorat Jenderal Administrasi Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), juga di One Single Submission atau OSS, serta keabsahan Nomor Induk Berusaha atau (NIB) atas nama Herman Trisna, ternyata Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) yang dijadikan alat jualan itu tidak valid alias bodong.
Lewat aksinya, HT memungut biaya deposit besar-besaran, mulai dari Rp 500 juta sampai Rp 1,5 Miliar kepada para kontraktor tambang. Padahal, sesuai akta mutakhir pada 8 September 2022, serta data AHU terkini, dan sesuai NIB, OSS, Direktur Utama PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) adalah M Ichsan dengan kepemilikan saham 80 persen oleh H Deniel Chandra.
Hal ini juga dipertegas dengan aktivasi di data EFIN, E-Nofa, MODI, dan MOMS, pada Dirjen Mineral dan Batubara pada Kementerian ESDM, ternyata Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) sudah sepenuhnya berada di bawah manajemen baru sesuai dengan akta terbaru.
Pelu diketahui, Electronic Filing Identification Number (EFIN) adalah nomor identitas yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk wajib pajak yang melakukan transaksi elektronik perpajakan, seperti lapor SPT melalui e-Filing dan pembuatan kode billing pembayaran pajak.
E-Nofa sendiri adalah website yang memiliki fungsi untuk pengajuan permohonan Nomor Seri Faktur Pajak Online keluaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang sebelumnya dilakukan secara manual. Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) sendiri adalah salah satu syarat pembuatan faktur pajak.
Mineral One Data Indonesia (MODI), adalah sebuah aplikasi yang dikembangkan untuk membantu mengelola data perusahaan mineral dan batu bara di lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.
Mineral Online Monitoring System (MOMS) merupakan sistem yang dibuat dalam rangka untuk melakukan pengawasan kegiatan produksi dan penjualan komoditas mineral dan batu bara. Berkaca dari kondisi saat ini, pelaporan, evaluasi, atau rekapitulasi masih dilakukan secara manual.
Oleh karena itu, pria yang dikenal dengan inisial HT adalah kontraktor bodong, yang dengan bukan haknya dan bukan kewenangannya menawarkan sejumlah kontrak Surat Perintah Kerja (SPK) dengan pihak penambang dan kontraktor, secara sporadis dan ugal-ugalan. HT juga dipastikan sudah tidak memiliki saham apa pun di PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) sejak Maret 2021.
Karena itu, HT tidak memiliki wewenang apa pun terhadap lahan wilayah konsesi PT Bumi Borneo Inti (PT BBI). Anehnya, hingga kini HT terus bermanuver dan membuat ulah serta aksi-aksi yang seolah-olah sebagai pelaku sah.
HT membuat banyak manuver mulai dari menggugat Akta di PTUN yang hasilnya sudah 2 kali ditolak. Dan masih mencoba peruntungan ‘gambling’ ke Mahkamah Agung (MA).
Sangat disayangkan, HT memanfaatkan momen ini untuk membuka banyak SPK dan mengambil manfaat dengan memungut biaya-biaya deposit ke para kontraktor yang bekerja di sana. Diduga Pembebasan ini menjadikan areal PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) layaknya areal tidak berada dalam teritorial hukum.
Sayangnya, para penambang yang tidak tahu menjual hasil batu baranya ke mana, jelas sekali bahwa mereka tidak memiliki dokumen yang sah. Apalagi, Kepala Teknik Tambang atau KTT Tambang, Ibnu, yang saat ini dinilai sudah menghilang dan lari dari tanggung jawab.
Para penambang yang merasa bekerja di Open Pit Mining atau areal tambang terbuka yang ilegal yang dilakukan HT, sesungguhnya telah menjadi korban. Sebab, para kontraktor tambang itu harus membayar royalti kepada HT, padahal HT sendiri tetapi tidak memiliki dasar hukum untuk bekerja.
Para kontraktor tambang diduga ditipu oleh HT, sebab mereka hanya bekerja berdasar pada kontrak yang ditandatangani pemilik lama yakni HT, padahal, ini sudah tidak sesuai dengan data AHU dan OSS.
Sejumlah di Open Pit Mining atau areal tambang terbuka yang bekerja dengan di Open Pit Mining atau areal tambang terbuka yang diklaim oleh HT itu, tidak berada di bawah manajemen yang terbaru, dan tidak sesuai dengan ketentuan AHU, OSS dan NIB, MOMS, MODI, yang semuanya itu sudah dimasukkan dalam Surat Aduan oleh Dirut PT Bumi Borneo Inti (PT BBI), M. Ichsan, kepada Polda Jambi, pada bulan Agustus 2022, agar segera dilakukan langkah hukum.
Perlu diketahui juga, bahwa para kontraktor yang diduga diiming-imingi oleh HT itu, bekerja tanpa Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP). Hal ini semakin memperjelas bahwa para kontraktor bodong yang mencoba bekerja di Open Pit Mining atau areal tambang terbuka milik PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) itu adalah sebagai bentuk pelanggaran nyata.
Sementara, aktor senior Roy Marten, membantah dugaan terlibat dalam kasus tambang ilegal di Jambi.
Dalam konferensi persnya, yang dipublikasi Insert, Roy Marten dan aktor senior lainnya Dwi Yan, mengaku hanya sebagai calon pembeli saham perusahaan tersebut. Roy Marten juga menyebut kepemilikan perusahaan ini sudah berganti. Roy Marten dan aktor senior Dwi Yan, merasa tertipu, karena Herman Trisna menawarkan saham perusahaan yang sudah bukan miliknya.
“Jadi, ketika ketemu tahun 2021 lalu, ada beberapa urusan kerja sama. Saya tahu Herman Trisna punya tambang di Jambi. Kami tanyakan, ‘Boleh enggak saya dan Dwi Yan beli sebagian saham? Jadilah kesepakatan kami. Ternyata, yang mengagetkan, PT BBI sudah bukan punya Pak Herman Trisna. BBI dikuasai (saham mayoritas) oleh yang namanya Daniel Chandra,” tutur Roy Marten dalam klarifikasinya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada respon dari HT alias Herman Trisna, Polda Jambi, dan Bareskrim Polri. (Jon)