Penulis : Muhamad Yusup Adalah Seorang Aktivis Pergerakan di Jakarta
Terasmedia.co Jakarta – Perayaan Natal, hari besar agama Kristen, masih hangat dan gurih menjadi perdebatan, boleh atau tidak penganut Islam mengucapkan selamat natal, muncul di berbagai golongan penganut Islam. Terutama dalam negeri sendiri. Apalagi Baru-baru ini media dihebohkan oleh Viralnya pernyataan bupati Lebak Hj.iti Oktavia Jayabaya yang menghimbau ibadah natal dari kecamatan maja di pindah ke Rangkasbitung , hal ini banyak menuai komentar dari netizen ada yang pro dan kontra ada yang menilai bahwa langkah yang di ambil bupati cantik ini sudah benar ada juga yang mengatakan bahwa bupati Lebak intoleran, diskriminasi dan lainya, disini penulis sedikit menyampaikan apa Yang di maksud Toleransi dan seberapa pentingnya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara adapun semua dasar pembahasan penulis himpun dari berbagai sumber.
Pertama perlu kita fahami terlebih dahulu apa arti atau asal kata Toleransi
Toleransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Tasamuh. Secara bahasa toleransi berarti tenggang rasa. Secara istilah, toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan antarsesama manusia. Allah SWT menciptakan manusia berbeda satu sama lain.
Perbedaan tersebut bisa menjadi kekuatan jika dipandang secara positif. Sebaliknya, perbedaan bisa memicu konflik jika dipandang secara negatif.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13).
Baca juga : Jaksa Mengajar Bareng Universitas Merdeka Malang
Jadi, perbedaan dan kebhinnekaan itu adalah rahmat dan anugrah Tuhan. Allah SWT dengan sengaja menciptakan manusia dengan berbagai perbedaan latar belakang bangsa, suku, agama, bahasa, warna kulit, dan lain sebagainya. Karena itu, Allah SWT memerintahkan satu sama lain agar “lita’arafu”, yaitu saling mengenal dan bekerjasama.
BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Tulisan itu merupakan bagain dari cermin toleransi di Indonesia. Para pendiri bangsa ini sudah memahami bahwa rakyat Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Untuk itu, supaya Indonesia semakin maju, kita perlu memupuk persatuan dan kerjasama meskipun kita berbeda-beda. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Toleransi ini bukan dalam perkara akidah, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan. Misalnya, menghormati teman beda agama dengan cara ikut sembahyang di tempat ibadahnya. Ini tidak boleh. Sikap toleran ini dilakukan dalam urusan muamalah, hubungan manusia dengan manusia.
Masjid, gereja, kuil merupakan tempat peribadatan. Di masjid penganut Islam melakukan sholat. Demikian juga di gereja dan kuil penganut Kristen dan Hindu melakukan ibadah agamanya. Masing-masing punya cara tertentu. Tak seorang pun dibenarkan mengganggu peribadahan di tempat masing-masingnya ini.
Siapa ataupun apa yang mereka sembah tidak seorang boleh mencampurinya. Persoalan siapa atau apa yang disembah adalah wilayah para ahli agama dan ahli filsafat, juga wilayah kitab suci agama masing-masing. Memperbincangkannya adalah untuk kemajuan peradaban manusia sendiri. Tidak sebaliknya untuk membuat onar.
Jadi, perbedaan yang ada di dunia ini kita serahkan kepada Tuhan, Karena Dialah yang menciptakan dan menghendakinya. Kita tidak perlu menghakimi ini salah, ini benar. Kita justeru dituntut untuk mengelola perbedaan tersebut ke arah yang positif, bukan malah menjadi sumber konflik.
Selanjutnya saya sebutkan masalah wilayah toleransi yang diwajibkan bagi umat Islam dalam hubungan sosial (kemanusiaan) dengan penganut agama lain. Jika terjadi di sebuah tempat dimana misalnya umat Kristen atau Hindu mengalami kelaparan atau ditimpa musibah penyakit atau bencana alam. Umat Islam yang mampu berkewajiban membantu mereka agar tidak sampai menjadi korban, begitupun sebaliknya.
Lalu berikutnya kita kembali bagaimana dengan ucapan selamat natal yang diucapkan oleh seorang muslim kepada umat Kristen?
Dalam diskusi di Channel youtbe ‘ Najwa Shihab bersama Romo Budiman dan Abi Quraish Shihab dengan topik “Hukum Mengucapkan Selamat Natal”
M. Quraish Shihab menyebutkan (Dalam Al-Qur’an itu, orang yang pertama kali mengucapkan selamat Natal adalah Nabi Isa was-salamu ‘alaiyya yauma walidtu (salam sejahtra untuk ku pada hari kelahirannku pada hari aku di bangkitkan). pada prinsipnya dalam ajaran agama ada dua, pertama bisa jadi kita seagama namun yang kedua jika tidak seagama maka kita sekemanusiaan, kita bisa ikut bergembira pada hari besarnya dengan ikut menghormatinya.
pada dasarnya kita semua bersaudara dalam konteks kemanusian. Romo Budiman mengatakan ketika kita mengucapkan selamat Natal berarti kita ikut bergembira dalam artian menghormati. Nah dari sini dapat terlihat bentuk toleransi antar umat beragama yang terjalin, mengingat kita hidup dalam kesatuan yang mempunyai banyak perbedaan termasuk kepercayaan dan agama.
Mengucapkan selamat Natal memang menuai polemik di kalangan khalayak, namun faktanya sendiri itu merupakan suatu bentuk Toleransi beragama. Perlu ditegaskan selama perbuatan tersebut tidak mempengaruhi dan menggoyah keimanan tidak masalah, sebab ditunjukkan atas rasa kemanusian saja.
Jadi tidak semerta-merta mengucapkan selamat Natal langung mendapaat Cap Kafir, bagi mereka yang melarang mengucapkan selamat Natal karna ada yang beranggapan ucapan selamat Natal mengandung arti bahwasanya mengakui Isa adalah anak Tuhan dan membenarkan atas kepercayaan Trinitas. kita juga harus melihat di mana kita tinggal dan bermasyarakat kita ini hidup berdampingan dengan banyak perbedaan termasuk kepercyaan agama.
Agama lain juga banyak memberikan ucapan selamat kepada umat Muslim saat Idul Fitri bahkan ada yang sampai memberikan hadiah. Namun dengan begitu tidak mengubah agama mereka menjadi Muslim.
Di sini Quraish Shihab memberi kesimpulan bahwasanya bagi mereka yang merasa dengan mengucapkan selamat Natal akidahnya berubah dalam artian keimananya menjadi goyah maka jangan mengucapkan. Namun bagi mereka yang mengucapkan sebagai bentuk menjalin hubungan harmonis kepada sesama untuk beragama maka silakan mengucapkanya.
Indonesia sedang membangun kerukunan umat beragama dengan program pemerintah Moderasi Beragama tujuannya agar kita dapat menghormati dan menghargai perbedaan agama untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang rukun, harmonis, dan damai.
Pendapat lain juga disampaikan oleh salah satu tokoh ulama di Indonesia terkait hukum mengucapkan selamat Natal bagi seorang muslim kepada umat Kristen di kutip dari Facebook/Al-bahjah TV.
Buya Yahya menjelaskan bahwa di dalam ajaran Islam tidak ada kewajiban untuk umat Muslim mengucapkan perayaan tersebut untuk umat Kristiani dan begitu pun sebaliknya.
Buya Yahya juga menegaskan bahwa dalam Islam tidak mengenal toleransi. Islam hanya mengenal adanya kewajiban.
Terkait dengan kewajiban ini Buya Yahya menjelaskan dengan perumpamaan sebagai berikut, “Misalnya tetangga sakit, kita wajib mengunjungi dan wajib ngasih, tetangga kita yang Nasrani sakit, wajib kita kasih makan. Tetangga Nasrani lapar, wajib ngasih makan, itu kewajiban, jadi yang ada di dalam Islam lebih tinggi dari toleransi.”
Jika kita menggunakan istilah toleransi antarumat beragama dalam Islam, maka yang dimaksud dengan toleransi adalah dengan tidak memaksakan orang lain untuk mengikuti kehendak, kepercayaannya.
Misalnya, ketika umat Muslim tengah merayakan Hari Raya Idulfitri, maka kita dilarang untuk memaksa umat agama lainnya mengucapkan Selamat Hari Raya Idulfitri atau memaksanya memberikan bingkisan.
Pada momentum Natal hari ini penulis mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Kabupaten Lebak, Banten untuk senantiasa menjunjung tinggi Toleransi serta menjadikan sebuah perbedaan menjadi sebuah kekuatan untuk bersama membangun bangsa dan negara tercinta. Selain itu penulis yang di kenal sebagai salah satu kader Partai Kebangkitan Bangsa kabupaten Lebak ini mengajak kepada seluruh masyarakat Maja, Lebak untuk terus menciptakan lingkungan beragama yang Kondusif, untuk tidak mudah di provokasi oleh pihak dan kelompok manapun yang pada akhirnya merugikan kita semua.