JAWA BARAT – Webinar series Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MW KAHMI) Jawa Barat berlanjut. Di pertemuan kedua, Kamis (08/09) malam, topik “Neuroleadership dan Ekosistem HMI-KAHMI” dibahas oleh Prof. Asep Saefudin dan Dr. Taufik Fedrik Pasiak. Bertindak sebagai moderator, presidium KAHMI Jawa Barat, Prof. Fauzan Ali Rasyid.
Dalam paparan pembukanya, Koordinator Presidium (Koorpres) MW KAHMI Jawa Barat, Dr. Sofyan Sjaf menuturkan, pertemuan webinar kedua masih bertalian erat dengan bahasan perdana, yaitu soal cara pandang (mindset). Visi Indonesia Emas 2045 yang turut menjadi perhatian (concern) MW KAHMI Jawa Barat, ulasnya, bagaimanapun harus ditopang dengan kerangka nalar yang sejalan.
“Cara pandang berkemajuan (growth mindset) adalah hal yang urgen untuk merealisasikan cita-cita Indonesia Emas 2045. Dan agar menjadi gerakan kolektif dibutuhkan kepemimpinan yang kontekstual. Dengan demikian, neuro-leadership adalah isu strategis yang perlu dikaji lebih lanjut. Dalam hal ini, aspek krusialnya adalah bagaimana membangun kepemimpinan yang mampu menyemai growth mindset ummat?”, ujarnya.
Neuro Science : Mengenali Pikiran Manusia
Prof. Asep, dalam bahasannya, menyinggung soal konstruksi pikiran manusia. Pikiran manusia, pada prinsipnya terbagi menjadi pikiran sadar (conscious mind) dan pikiran bawah sadar (sub-conscious mind).
“Dalam keseharian, disadari atau tidak, peran paling banyak berasal dari pikiran bawah sadar yang berjalan otomatis. Misal, gerakan mata, nafas, tangan dan lainnya. Artinya, pikiran bawah sadar lebih banyak berkontribusi terhadap diri manusia,” katanya.
Karena itu, timpalnya lagi, penting untuk melatih (exercise) pikiran bawah sadar. Bagian pikiran terbesar ini perlu dibentuk agar senantiasa mengarah ke arah positif. Growth mindset ada pada dimensi tersebut.
“Pikiran bawah sadar punya dimensi negatif dan positif. Untuk sampai pada kualitas growth mindset, pikiran bawah sadar perlu ada di dimensi positifnya. Karena itulah, seperti dikatakan Prof Arif Satria, growth mindset bisa dibentuk,” ungkapnya.
Sementara, Dr. Taufik Fedrik Pasiak dalam paparannya mengutarakan satu fakta penting terkait pikiran manusia. Yaitu bahwa pikiran manusia senantiasa berubah. Hal ini dibuktikan dengan perubahan cara hidup manusia dari waktu ke waktu.
“Sarang burung atau sarang semut misalnya, selalu begitu sejak awal sampai sekarang. Berbeda dengan manusia. Cara hidup manusia berubah dari waktu ke waktu. Hal ini membuktikan perubahan pikiran manusia,” jelasnya.
Neuro-science, lanjutnya, mempelajari pikiran manusia. Diskursusnya bukan sesuatu yang baru, sebab sudah ramai diperbincangkan sejak era 90-an. Meski begitu, perkembangan neuro-science terus berkembang sampai sekarang.
“Terakhir, kita mendengar soal perangkat chip yang dipasang di otak manusia. Dalam salahsatu kasus, chip ensiklopedia yang ditanam di otak manusia menjadikannya mampu menghapal ensiklopedia tersebut tanpa belajar. Terlepas dari perdebatan yang meliputinya, hal ini adalah temuan yang akan punya manfaat besar di masa depan,” ungkapnya.
Masih dalam paparannya, perkembangan neuro-science juga hadir pada teknologi Virtual Reality (VR) yang berkaitan dengan kemampuan visualisasi manusia. VR membantu proses pembelajaran manusia meskipun tidak dalam bentuk fisik.
“Kemampuan pikiran manusia salahsatunya adalah visualisasi. Otak ternyata merespon sama, baik itu pengalaman fisik maupun visual. Karena itu, VR membantu pembelajaran manusia dalam bentuk citra visual. Contoh, ketika belajar soal organ manusia, prosesnya dapat dilakukan dengan VR tanpa harus menghadapi fisik organ sesungguhnya,” katanya.
Untuk sampai pada cita-cita Indonesia 2045, maka penting untuk membangun pikiran yang sejalan.
“Pemimpin mesti punya growth-mindset yang menggerakkan ummat pada kerangka nalar yang sama,” pungkasnya. (Red)