Kedaulatan Berada Ditangan Pemilih

Kedaulatan Berada Ditangan Pemilih I Teras Media

Kedaulatan Berada Ditangan Pemilih

TerasMedia.co | Dalam Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 sebelum diamandemen, disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Teori ini menjadi dasar bagi negara-negara yang menggunakan demokrasi sebagai model pemerintahannya. Termasuk kita di Indonesia.

Negara dengan model pemerintahan demokrasi, menggunakan Pemilihan Umum atau Pemilu sebagai wujud kongkret dari demokrasi itu. Dalam Pemilu, setiap warga negara yang memiliki hak untuk memilih menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon pemimpin dan calon wakil rakyat.

Bacaan Lainnya

Komponen Pemilu, selain pemilih, ada juga peserta Pemilu, penyelenggara Pemilu, partai politik, calon wakil rakyat, calon Presiden dan Wakil Presiden, pembiayaan, peraturan, dan penegakan hukum. Selain itu, dalam Pilkada, ada calon Gubernur dan Wakil Gubernur, calon Bupati dan Wakil Bupati, serta calon Walikota dan Wakil Walikota.

Pemilih merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam Pemilu. Bila Pemilu tanpa pemilih maka demokrasi tidak bisa berjalan. Pemilih merupakan komponen paling penting dalam Pemilu. Karenanya, keberadaan pemilih ini mesti dipastikan baik jumlahnya, syaratnya, keabsahannya, dan yang paling penting adalah haknya.

Dalam rangka menjamin keberadaan pemilih dengan beragam perkara yang menyertainya, Komisi Pemilihan Umum atau KPU sudah jauh-jauh hari mengelola data pemilih secara berjenjang. Data awal yang berasal dari Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu atau DP4 dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Daerah setempat.

Yang dimaksud dikelola secara berjenjang itu adalah data yang masih “mentah” itu kemudian diverifikasi oleh KPU lewat Panitia Pemutakhiran Data Pemilih atau Pantarlih langsung kepada para calon pemilih. Verifikasi langsung itu dengan cara mendatangi satu per satu ke rumah kediaman atau lokasi domisili.

Verifikasi ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa nama-nama dalam daftar tersebut secara faktual benar dan sesuai dengan yang terdaftar dalam daftar nama-nama yang tercantum dalam data bahan mentah tersebut. Bila terdapat perbedaan, maka Pantarlih akan melakukan tindakan sesuai dengan keberadaan para calon pemilih tersebut.

Misalnya, ternyata terdapat nama-nama dalam daftar yang ketika dilakukan verifikasi langsung, nama yang bersangkutan telah wafat. Maka Pantarlih akan melakukan pencoretan atasnya. Atau misalnya, bahwa nama tersebut merupakan anggota Polri atau TNI yang masih aktif. maka Pantarlih akan melakukan hal yang sama. Tersebab keduanya tidak punya hak memilih.

Ada banyak hal lain yang bisa menyebabkan Pantarlih untuk mencoretnya dari daftar calon pemilih. Karenanya, bahan mentah berupa DP4 tadi bisa saja berubah jumlahnya. Perubahan itu bisa jadi berkurang, sebagaimana karena disebabkan faktor diatas, atau malah sebaliknya menjadi bertambah.

Pertambahan jumlah calon pemilih bisa bertambah karena beberapa kemungkinan. Misalnya, bisa jadi DP4 itu tidak faktual. Artinya, data lama yang sudah tidak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini. Seperti pemilih yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah yang belum tercantum dalam DP4.

Maka, atas temuan ini, mereka yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih ketika dilakukan verifikasi langsung, bisa masuk ke dalam daftar calon pemilih ini. Atau misalnya seseorang pendatang yang adalah penduduk baru dalam suatu wilayah yang berpindah dari wilayah lain. karena alasan itu, maka daftar pemilih bisa bertambah.

Seperti halnya kemungkinan daftar pemilih bisa menjadi berkurang karena beberapa kondisi seperti yang dijelaskan diatas, maka kemungkinan daftar pemilih sebaliknya juga bisa bertambah, juga karena beberapa alasan yang sebagian penulis telah jelaskan diatas. Kesimpulannya, daftar pemilih potensial itu bisa berkurang dan bisa juga betambah.

Daftar pemilih potensial itu sifatnya sementara. Disebut sementara itu karena sedang dalam proses perbaikan. Perbaikan yanag dilakukan oleh KPU itu dilakukan secara berjenjang. Mulai dari tingkat terbawah yaitu RT, kemudian diperbaiki di tingkat Desa atau Kelurahan. Kemudian diperbaiki lagi di tingkat Kecamatan. Hal yang sama dilakukan di tingkat Kabupaten dan Kota serta Provinsi.

Itulah mengapa ketika ada warga yang tergabung dalam Perkumpulan Warga Negara untuk Pemilu Jujur dan Adil, dan mengaku menemukan 52 juta data pemilih yang dianggap aneh, mestinya tidak membuat heboh. Mengapa? Karena seluruhnya sedang dalam proses. Yang namanya proses bisa saja berubah; berkurang atau bertambah.

Sejatinya, apa yang menjadi temuan masyarakat yang diketuai oleh Dendi Susianto ini juga menjadi perhatian penulis dan kami yang adalah bagian dari pengawas Pemilu tingkat provinsi. Bagi penulis, data dari masyarakat itu tidak aneh. Karenanya tidak perlu heboh. Apalagi riuh seperti halnya diperlihatkan oleh banyak pihak.

Atas pengakuan temuan itu, di level publik narasi menjadi liar, dengan menyertakan tuduhan bahwa terjadi kecurangan berupa penggelembungan jumlah pemilih. Lalu narasi semakin menjadi liar bahwa fakta ini menunjukkan adanya rekayasa untuk pemenangan kelompok tertentu. Padahal sejatinya tidak dan bukan demikian.

Penetapan secara berjenjang yang melahirkan produk berupa Daftar Pemilih Sementara atau DPS ini, melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan. Seperti pengawas Pemilu, unsur partai politik, pemerintah, dan khalayak pada umumnya. Keterlibatan banyak pihak ini bermakna bahwa produk data ini merupakan hasil restu bersama.

DPS ini kemudian akan ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap atau DPT. Daftar nama-nama pemilih yang tercantum dalam DPT inilah yang kelak berhak dan memiliki suara untuk digunakan pada hari pemungutan dan penghitungan suara. Dengan DPT yang jelas dan hasil kesepakatan semua pihak, maka diharapkan hasil suara pun tidak lagi dipertentangkan.

Tetapi tidak cukup hingga disitu. Tersebab DPT merupakan “barang mati” sementara kondisi faktual terus dinamis dan berubah, maka masih ada celah lain bagi mereka yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih menjelang hari H dan luput dari DPT, masih bisa menggunakan haknya.

Itulah mengapa, selain kita mengenal istilah DPT, ada juga Daftar Pemilih Khusus atau DPK, dan Daftar Pemilih Tambahan atau DPTb. Skema itu disiapkan, tiada lain adalah dalam rangka menjaga dan memfasilitasi hak politik para pemilih. Dengan begitu, seluruh pemilik kedaulatan itu, benar-benar menggunakan hak politiknya.

Hari ini, Pemilu 2024 sedang dalam tahapan penetapan DPT di tingkat provinsi. Sebelumnya, DPT sudah ditetapkan di seluruh kabupaten dan kota, kecamatan, dan desa atau kelurahan. Penetapan secara berjenjang ini, untuk memastikan validitas atau kebenaran data. Setiap jenjang terbuka kemungkinan adanya masukan dan perbaikan.

Data yang telah disepakati bersama secara berjenjang ini, untuk meniadakan atau paling tidak meminimalisir persoalan yang muncul belakangan. Dengan asumsi sudah mendapatkan perbaikan pada setiap jenjang dibawahnya, maka penetapan DPT di tingkat provinsi sudah tidak lagi ditemukan banyak persoalan.

Agar kita mendapatkan data pemilih yang benar-benar valid, perlu perhatian dan dukungan dari semua pihak. Dalam hal ini termasuk dari partai politik. Kerap terjadi, partai politik menyoal perkara ini belakangan ketika seluruh proses yang dilakukan secara berjenjang itu. Karenanya, perhatian dan keterlibatan mereka idealnya dilakukan sejak proses awal.

Pun demikian dengan pihak lain; pemerintah dan masyarakat. KPU sebagai “pemangku hajat” pada tahapan ini, diharapkan bisa menjadi “dirijen” kepentingan bersama ini. Dengan restu seluruh pihak, termasuk Bawaslu, data pemilih benar-benar valid. Mereka yang adalah pemilik kedaulatan negara bisa menikmati pesta demokrasi ini. Wallahu ‘alam.
***

Oleh : Ocit Abdurrosyid Siddiq
_Penulis adalah Anggota Bawaslu Provinsi Banten_

Ikuti kami di Google News

Pos terkait