Ketua DPD RI : Hukum Pertanahan Harus Ditegakkan Tanpa Pandang Bulu

Ketua DPD RI : Hukum Pertanahan Harus Ditegakkan Tanpa Pandang Bulu I Teras Media

Terasmedia.co  JAKARTA – Masalah pertanahan hingga kini menjadi salah satu PR pemerintah yang masih mengganjal. Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, juga memberikan atensi serius terhadap masalah ini.

LaNyalla dengan tegas meminta agar hukum pertanahan ditegakkan dengan setegas-tegasnya tanpa memandang bulu.

“Pemerintah melalui lembaga terkait, dalam hal ini Kementerian ATR/BPN, harus memastikan hukum pertanahan bisa berjalan dengan baik. Sehingga, tidak ada masyarakat yang dirugikan,” kata LaNyalla, Rabu (18/1/2023).

Bacaan Lainnya

Baca juga : Ketua DPD RI Dorong Kementerian ATR BPN Selesaikan Sertifikat Tanah Milik Tunanetra Di Sukabumi

Menurutnya, dalam masalah pertanahan, masyarakat kecil adalah objek yang paling sering menderita kerugian.

“Tidak semua masyarakat memahami bagaimana mengurus berkas pertanahan. Jika pun ada, tidak sedikit yang akhirnya berurusan dengan mafia tanah.

“Akhirnya, masyarakat harus mengeluarkan uang lebih besar. Dan tidak sedikit yang harus tertipu bahkan sertifikat yang dikeluarkan telah berubah nama,” terangnya.

Untuk itu LaNyalla mendukung agar mafia tanah diberantas hingga ke akar-akarnya.

“Mafia tanah ini sangat membahayakan masyarakat dan juga bisa menyebabkan kerugian bagi negara. Kalau tidak ada sikap tegas dan tidak ada efek jera, tanah akan terus menjadi masalah yang tidak terselesaikan,” katanya.

Ini juga : Ketua DPD RI Minta BPN Segera Selesaikan Konflik Lahan Masyarakat Kecil

Dengan alasan tersebut, LaNyalla juga mendukung Kementerian ATR/BPN untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami seorang tuna netra bernama Banuara Viktor Sihombing (48), Warga Cimindi Raya, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, Jawa Barat.

Banuara meminta Kementerian ATR/BPN membatalkan sertifikat tanah seluas 3.275 meter persegi dengan SHM No.252 Desa Sundawenang, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi.

Alasannya karena sertifikat tersebut sudah pernah terbit pada tahun 1992 dan tidak pernah hilang. Surat itu sudah diurusnya sebelum ia mengalami kebutaan.

Masalah timbul tahun 2019 saat ia, didampingi oleh keponakannya, bermaksud melunasi PBB terhutang ke kantor desa Sundawenang, Namun staf desa menyampaikan adanya SHM Pengganti No.252 tahun terbit 2017 atas nama Yoerizal Tawi.(Deni Lukman)

Ikuti kami di Google News