Terasmedia.co JAKARTA – Suhu politik menjelang Pemilihan Presidan (Pilpres) pada tahun 2024 semakin panas. Seiring dengan manuver partai-partai politik peserta pemilu guna memperkuat posisi calon Presiden yang mereka usung.
Hingga saat ini ada tiga nama calon Presiden RI yang sudah dideklarasikan ke publik, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan. Dari sisi elektabilitas, hasil jajak pendapat dari beberapa lembaga survei menyebut Prabowo masih unggul dari Ganjar dan Anies.
Menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia pada 1- 8 Juli 2023, elektabilitas Prabowo mencapai 35,8 persen, melampaui Ganjar sebesar 32,2 persen dan Anies 21,4 persen. Peta elektabilitas ini akan terus bergerak seiring dengan dinamika politik yang terjadi.
Melihat perkembangan politik saat ini, budayawan Kidung Tirto Suryo Kusumo ikut menyampaikan pandangannya. Dia menilai manuver parpol dan capres yang dianggap frontal merupakan hal lumrah di dunia politik selama masih berada di dalam koridor hukum dan perundang-undangan.
“Politik itu dinamis dan harus bisa merangkul, bukan memukul. Jika ada parpol yang bergabung ke dalam satu koalisi atau pindah koalisi, itu hanya ikhtiar politik dalam upaya merebut suara rakyat,” ungkap spiritualis asal Gunung Lawu ini, Senin (14/8/2023).
Dia menanggapi manuver Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang mengusung capres Prabowo. Kedua parpol ini sebelumnya bergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang telah merapat ke PDIP untuk mengusung Ganjar.
*Sosok Satrio Piningit*
Di balik fenomena tersebut, Kidung Tirto menyebut ada sosok ‘Satrio Piningit’ yang berperan memberikan arah politik Tanah Air. Satrio Piningit dilukiskan sebagai sosok yang anggun, agung, bermoralitas baik, menyatu dengan masyarakat, berjuang bersama rakyat, dan mengupayakan kesejahteran bagi rakyat.
“Satrio Piningit ini adalah pemimpin rakyat yang memberikan harapan. Ia tidak harus seorang Presiden atau Raja, tetapi sudah berwujud menjadi Satrio Pinilih atau Ratu Adil. Ia bertanggungjawab menentukan arah dan harapan bangsa menuju masa kejayaan,” jelasnya.
Mengutip ramalan Prabu Jayabaya, sosok Satria Piningit digambarkan seperti Batara Kresna, berwatak Pandawa dan bersenjata trisula, serta seorang pemimpin yang memiliki visi atau bisa memprediksi masa depan. “Kriteria-kriteria itu sesungguhnya dimiliki sejumlah tokoh bangsa dan terus bereinkarnasi sesuai dengan masanya,” ujar Kidung Tirto.
Pada masa kini, dia melihat sosok Presiden Jokowi mewarisi watak Satrio Piningit yang digambarkan oleh Prabu Jayabaya ratusan tahun silam. Namun bukan berarti Jokowi harus menjabat Presiden lagi untuk periode ketiga, melainkan ia turut memainkan peran dalam menentukan sosok Presiden berikutnya.
“Jokowi perlu memastikan tongkat estafet dipegang oleh penerus yang bisa mewujudkan visi Indonesia Emas 2040. Sebagai tokoh politik, langkah politik Jokowi adalah hal yang wajar dalam dunia demokrasi. Jadi bukan cawe-cawe politik dalam konotasi negatif,” kata Kidung Tirto.