Terasmedia.co Jakarta – Kasus gagal ginjal semakin kabur dan dikaburkan informasinya dari masalah sebenarnya. Karena beberapa kementerian seakan akan mau lepas tangan kasus gagal ginjal akut. Dimana kasus cemaran pelarut sirup penyebab gagal ginjal hanya 50 persen saja yang disebabkan oleh kasus sirup obat.
Penjelasan BPOM tanggal 18 November 2022 di halaman instagram angka 10 menjadi tanda tanya siapa yang memiliki regulasi pemeriksaan cemaran eg dan dg pada obat sirup sebagai salah satu penyebab gagal ginjal akut karena ada yang bukan karena sirup juga meninggal sebuah fakta yang seolah olah sengaja ditutupi.
Kasus gagal ginjal akut membuka mata adanya mafia kesehatan yang berlindung dalam tupoksi lembaga negara. Jika memang tidak ada aturan baku tentang pemeriksaan eg dan dg di who dan nasional sebenarnya dimana regulasi itu berada, menkes harus jujur ke masyarakat sebelum masyarakat semakin marah.
Baca juga : KAHMI Jawa Barat : Ulas Neuro-Science Untuk Realisasi “Indonesia Emas 2045”
Tim Badko jabodetabeka – banten menelusuri dimana posisi regulasi dari hulu hingga hilir kasus cemaran eg dan dg dalam obat ini ada pada Farmakope Indonesia yang hingga saat ini kewenangan pembuatan dan revisinya ada pada Kementerian Kesehatan RI.
Pada pengumuman BPOM tanggal 18 November 2022 jelas bahwa batasan ini tidak ada aturannya baik di WHO maupun di indonesia. Jadi siapa pemilik regulasi obat sebenarnya.Tim menemukan bahwa di kemenkes ada dirjen farmakes yang Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
1. perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, penilaian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
2. pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, penilaian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, penilaian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, penilaian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, penilaian dan pengawasan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, tata kelola perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian;
6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan
7. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Tugas dan fungsi dirjen di kemenkes tersebut jelas sekali tentang kebijakan regulasi dan supervisi produksi. Setelah ada kasus gagal ginjal akut kenapa kemenkes tidak membuat regulasi pemeriksaan cemaran obat tersebut dan malah memberikan informasi seolah olah gagal ginjal akut sudah berkurang.
Dalam investigasi Badko HMI dan penelusuran dari hulu tentang impor bahan pelarut untuk obat sirup ini juga melibatkan kemendag dan kemenperin karena berada bukan pada jalur impor larangan terbatas (lartas) yang kendali pengawasannya ada pada BPOM, kenapa mereka diam. Kasus impor produk eg dan dg yang membahayakan masyarakat bisa masuk begitu saja ke indonesia.
Perlu kiranya diusut dan diungkap secara terang benderang, proses pengadaan obat-obatan program JKN di Kemenkes yang hanya berdasarkan pada patokan harga paling murah semata yang dapat memicu terjadinya kejahatan pemalsuan bahan baku atau bahan bantu untuk obat baik oleh importir bahan obat maupun oleh produsen obat yang lalai dalam melakukan kewajiban quality control dan quality assurance terhadap bahan baku dan produk jadi yang mereka jual. Tidak dipungkiri akibat Pandemi Covid 19 dan diperparah oleh dampak perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan harga produk turunan petrokimia yang juga merupakan bahan baku utama utk produk-produk obat melambung sangat tinggi sekali.
Presiden harus tegas dengan para mafia kesehatan yang sengaja mengaburkan masalah regulasi gagal ginjal akut dan bisa masuk ke Indonesia tanpa quality control. Padahal ada menteri Menko PMK dan Menko Perekonomian sebagai atasan ternyata tidak bekerja karena kemenkes tidak menyatakan ini sebagai kejadian luar biasa.
Badko HMI akan meminta Kejagung yang juga sedang memeriksa kasus impor garam industri juga fokus pada dugaan kasus impor bahan kimia cemaran obat ini karena melibatkan kementrian perdagangan dan perindustrian dibawah menko perekonomian dan menko pmk.
Kami masih percaya Kejagung, KPK dan Polri akan mengusut secara terbuka dan bentuk tim investigasi independen agar ada kejujuran kasus ini. Ini masalah nyawa masyarakat yang dilindungi oleh Hak Asasi Manusia.
“Jika menkes dan lembaga terkait dengan kasus ini tidak segera membuka kebenarannya dan membuat segera regulasi pemeriksaan eg dan dg maka kami akan melakukan aksi secara nasional untuk menuntut kebenaran yang sebenarnya tegas Ketua Badko HMI jabodetabeka-Banten Fadli Rumakefing (23-11-2022). (Nanang)