Terasmedia.co Jakarta – Masyarkat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung RI untuk mendalami dugaan suap dalam skandal mafia peradilan yang terjadi di PN Balikpapan, menyusul terbongkarnya dugaan permufakatan jahat terkait terbitnya Penetapan No. 253/Pdt/P/2023/PN.Bpp tertanggal 25 Oktober 2023.
“Saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Mahkamah Agung RI yang bertindak cepat dan responsif terhadap pengaduan terhadap hakim yang diduga melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim. Saya minta dugaan suapnya ikut didalami. Permintaan ini logis dan rasional, lantaran tidak mungkin ada hakim yang mau bunuh diri bila tidak ada udang dibalik rempeyek, ” kataBoyamin Saiman, SH, Koordinator MAKI kepada wartawan usai kunjungannya ke Kota Balikpapan (31/7).
Menurut Boyamin Saiman, SH, dalam memutus perkara penetapan yang masuk ke dalam wilayah voluntaire jurisdictie, Hakim LS tidak bisa berlindung dibalik azas kemandirian hakim dalam mengambil keputusan, sebagaimana halnya yang berlaku pada gugatan perdata contentieuse jurisdictie. Dalam memutus perkara penetapan yang masuk ke dalam wilayah voluntaire jurisdictie, Hakim LS terikat dan harus tunduk pada ketentuan yang diatur Buku II Mahkamah Agung, Halaman 47 Butir 12 Huruf a dan c, dimana Hakim dilarang memutus (a) Permohonan untuk menetapkan status kepemilikan atas suatu benda, baik benda bergerak ataupun tidak bergerak. Status kepemilikan suatu benda diajukan dalam bentuk gugatan. (b) Permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah. (c) Menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah harus dalam bentuk gugatan”.
Penetapan No. 253/Pdt/P/2023/PN.Bpp tanggal 25 Oktober 2023, memuat tiga larangan MA tersebut. Antara lain menyatakan: ETK menjadi Direktur CV MH menggantikan almarhum YK, H. Us dikeluarkan dari jabatannya sebagai Wadir I CV. MH, dan Notulensi (Berita Acara) Rapat Persero CV MH tanggal 22 September 2023 di Samarinda dan tanggal 03 Oktober 2023 di Jakarta sah secara hukum. “Dengan demikian Ketua Mahkamah Agung RI sudah dapat memberikan putusan hukuman terhadap Hakim LS, yang direkomendasikan oleh Bawas MA tanpa harus menunggu terlebih dahulu adanya putusan kasasi. Putusan penetapan No. 253/Pdt/P/2023/PN.Bpp dapat merusak tatanan dan ketertiban system hukum di Indonesia” tukas Boyamin lagi.
Sebagaimana ramai diwartakan, PN Balikpapan mengalami kegegeran. Semua persidangan pekan lalu selama tiga hari baru bisa berlangsung pada sore hari, lantaran ada pemeriksaan oleh Bawas Mahkamah Agung RI. Berbekal Surat Tugas dari Kepala Badan Pengawas Mahkamah Agung RI Nomor: 486/BP/ST/PW1.1.1/VI/2024 tanggal 14 Juni 2024, setelah selama tiga hari sejak tanggal 23 hingga 26 Juli 2024 — melakukan pemeriksaan di PN Balikpapan — Tim Badan Pengawas Mahkamah Agung RI berhasil membongkar skandal permufakatan jahat terkait terbitnya putusan Penetapan No. 253/Pdt/P/2023/PN.Bpp tertanggal 25 Oktober 2023, yang dikualifisir sebagai putusan “Tuyul”. Gegara kasus ini, Hakim LS terancam dihukum — padahal baru mendapat promosi menjadi Wakil KPN Tanjung Redeb. Pemeriksaan terkait adanya surat pengaduan Direktur CV. MH kepada Ketua Bawas MA.
“Benar telah dilakukan pemeriksaan terhadap Hakim dan Panitera di PN Balik oleh Tim Pemeriksa Bawas sejak tanggal 23 Juli 2024 hingga 26 Juli 2024. Saat ini masih menunggu hasil pemeriksaan dari Tim Badan Pengawas Mahkamah Agung RI tersebut” ujar Arie Siswanto, SH, MH Humas PN Balikpapan dalam jawaban tertulisnya (30/7). Menurutnya, prosedur pendaftaran perkara terhadap Penetapan Nomor: 253.Pdt/2023/PN.Bpp melalui E-litigasi diterima di Kepaniteraan PN Balikpapan melalui PTSP tertanggal 18 Oktober 2023. Pada hari dan tanggal yang sama telah ditetapkan LA, SH, MH sebagai Hakim dan SR, SH selaku Panitera Pengganti.
Permohonan penetapan didalilkan melalui persidangan Hari Rabu, tanggal 25 Oktober 2023. Diputus pada waktu yang sama yakni Hari Rabu, tanggal 25 Oktober 2023. Dan Penetapan Nomor: 253.Pdt/2023/PN.Bpp dikeluarkan pada hari yang sama pula yakni pada Hari Rabu, tanggal 25 Oktober 2023. Padahal, dalam logika yang sederhana, usai sidang, Hakim LS membutuhkan waktu minimal satu hari untuk menyusun pertimbangan penetapan. Ini bukan “Perkara Tindak Pidana Ringan Lalu Lintas”. Sehingga Penetapan Nomor: 253.Pdt/2023/PN.Bpp itu normalnya baru dapat dikeluarkan pada tanggal 26 Oktober 2023. Dari sini merebak kecurigaan, bahwa sejatinya tidak ada persidangan permohonan penetapan pada tanggal 25 Oktober 2023 itu. Namun Hakim LA faktanya mengeluarkan Penetapan Nomor: 253.Pdt/2023/PN.Bpp. Dugaan mafia peradilan ini kini menjadi ranah pemeriksaan Bawas Mahkamah Agung RI dan Bareskrim Polri. Ironis. Padahal Ketua MA RI, Prof Dr. H. M. Syarifuddin, SH, MH, sudah berpesan kepada seluruh hakim di Indonesia, jika tidak bisa menghasilkan madu yang bisa menyehatkan, maka jangan membuat racun yang bisa mencelakakan.
Kasusnya sendiri, bermula tatkala pada tanggal 18 Oktober 2023, dengan mengaku selaku kuasa hukum Sur (Pemohon I), R (Pemohon II), dan PI (Pemohon III), RA mengajukan permohonan penetapan. Pada tanggal 25-10-2023, LS, hakim pada PN Balikpapan ujuk-ujuk mengeluarkan Penetapan No. 253/Pdt/P/2023/PN.Bpp, dengan memuat ketentuan yang dilarang oleh Mahkamah Agung RI. Ini sebuah skandal mafia peradilan yang tergolong sangat berani.
Terungkap pula RA menuangkan keterangan palsu dalam permohonan penetapan. Sur selaku Pemohon I, dikontruksikan oleh RA sebagai Wadir II CV. MH. Padahal sejak tanggal 25 September 2023, Sur sudah keluar dari persero CV. MH. Tidak lagi menjabat sebagai Wadir II CV. MH, berdasarkan Akte No. 07 Masuk dan Keluar Sebagai Pesero Serta Pengubahan Anggaran Dasar CV MH yang dikeluarkan Notaris Hasanuddin, SH, M. Kn di Kota Samarinda pada tanggal 25 September 2023.
Kendati berdalih seolah-olah ada tipu muslihat sekalipun, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1328 KUHPerdata, Sur tetap tidak dapat membatalkan sebuah akte, hanya dengan bermodalkan Surat Pernyataan, yang dibuatnya tertanggal 29-09-2023, yang diduga atas suruhan OBT dan RA. Akte No. 07 yang dibuat Hasanuddin, SH, M. Kn Notaris di Kota Samarinda tanggal 25-09-2023, telah memenuhi syarat sesuai ketentuan pasal 1320 KUHPerdata. Pembatalan akte harus melalui gugatan perdata, yang masuk dalam wilayah contentieuse jurisdictie.
Secara rasional agak sulit menerima alibi yang diduga dibangun oleh RA, bahwa Sur menjadi korban “penyalahgunaan keadaan” dan/atau “tipu muslihat” ketika menandatangani akte Nomor 07. Pertama, Sur sengaja datang jauh-jauh dari Belitung Timur ke Samarinda dengan kesadaran sendiri. Kedua, ada dokumentasi Sur tengah membaca dengan seksama isi minuta akte 07, yang akan ditandatangani. Ketiga, Sur telah menerima dana melalui transfer ke rekening atas nama dirinya, sebagai kompensasi keputusannya untuk keluarnya dari persero. Keempat, Sur seorang yang berpendidikan tinggi dengan gelar S1. Kelima, setelah menandatangani akte, Sur enggan langsung kembali ke Pulau Bangka sebelum bertemu H. Us di lapas Tenggarong. Fakta ini membuktikan Sur tidak dalam keadaan tengah mendapat tekanan psikologis. Dan tidak mengalami atau tipu muslihat. Justeru sebaliknya, Sur diduga berada dalam tekanan dan kekuasaan OBT dan RA.
Sedangkan R dan PI selaku Pemohon I dan Pemohon II, berdasarkan ketentuan pasal 5 Anggaran dasar CB. MH tidak boleh mewakili pesero melakukan gugatan di pengadilan. Sebagai sekutu pasif (sleeping partner), sesuai Pasal 20 ayat (3) KUHD, R dan PI berkedudukan hukum hanya sebagai pemberi modal (geldscheiter). Tidak diperbolehkan mencampuri urusan kegiatan usaha, sekalipun dengan pemberian surat kuasa.
Dalam menjelaskan duduknya perkara, RA membuat rangkaian gambaran atau keadaan palsu. H. Us, Wadir I CV. MH yang tengah menjalani masa tahanan di lapas Tenggarong dikonstruksikan ikut rapat para pesero CV. MH tanggal 3 Oktober 2023 di Jakarta. Lalu dalam rapat digambarkan secara palsu, seakan-akan terjadi perdebatan antara H. Us dengan peserta rapat, terkait usulan ETK menjadi Direktur baru CV. MH, menggantikan ayahnya yang meninggal pada tanggal 24 Juni 2024. Gegara menolak usulan ETK menjadi direktur, H. Us lalu dipecat dari jabatannya sebagai Wadir I CV. MH.
Amar putusan Penetapan No. 253/Pdt/P/2023/PN.Bpp tanggal 25 Oktober 2023 tersebut, mengandung diktum condemnatoir dan konstitutif yang dilarang. Hanya boleh memuat diktum deklaratoir, yakni berisi penegasan pernyataan atau deklarasi hukum tentang yang diminta pemohon. Pengadilan tidak boleh dan/atau dilarang mencantumkan diktum condemnatoir (yang mengandung hukuman) terhadap siapapun. Diktum penetapan tidak boleh dan/atau dilarang memuat amar konstitutif, yaitu menciptakan suatu keadaan baru, seperti membatalkan perjanjian, menyatakan pemilik atas suatu barang dan sebagainya. Penetapan yang dikeluarkan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Pengacara RA jelas-jelas berada dalam contentieuse jurisdictie – bukan berada dalam voluntaire jurisdictie. Hakim LS diduga telah melanggar dan melampaui batas yurisdiksi voluntair. Seharusnya menolak, malah mengabulkan seluruh permohonan. Hakim LA dikualifisir melanggar asas audi et alteram partem. Karena mengabulkan permohonan yang bersinggungan dengan kepentingan orang lain.
Melalui putusan penetapan “Tuyul”, Hakim LS secara langsung atau tidak langsung telah memberikan pebantuan kejahatan – diduga sesuai permintaan RA – selaku kuasa hukum OBT, ETK, dan Sur yang ingin merebut persekutuan komanditer (commanditaire venootschap) CV. MH, yang bergerak dalam bidang pertambangan batubara seluas 265 hektar, yang terletak di Santan Ulu, Kutai Kartanegara Kaltim dari pemiliknya yang sah. Dengan modus memakai payung hukum penetapan pengadilan.
Sebelumnya, pada tanggal 30 September 2023, RA bersama-sama OBT diduga telah menyuruh Sur memakai kedudukan palsu, mengaku sebagai “Wadir II”CV. MH, dengan mengkonsepkan undangan yang disebut sebagai “rapat para Pesero CV. MH pada tanggal 3 Oktober 2023, melibatkan 5 (lima) orang yakni ETK (Ahli Waris alm YK), (2) R (3) PI (4) OBT dan (5) RA, yang tak satupun memiliki legal standing untuk mewakili pesero pengurus CV. MH. Dalam forum rapat ini diduga terjadilah permufakatan jahat yang melahirkan gagasan mengajukan penetapan pengadilan. OBT dan RA diduga lalu menyuruh Sur untuk bertindak sebagai Pemohon I, dengan memakai kedudukan palsu sebagai Wadir II CV. MH.
Pada tanggal 27 Oktober 2023, dengan memakai Penetapan No. 253/Pdt/P/2023/PN.Bpp, yang memuat pula keterangan palsu tersebut, RA dengan mengaku sebagai kuasa dari (1) Sur (2) R (3) PI, bersama ETK datang menghadap Notaris Melani Kristina Pasaribu, SH, M.Kn di Kota Balikpapan untuk membuat Akte, yang di dalamnya dituangkan keterangan palsu, sebagaimana Akte No 2 tentang Keluar Masuk sebagai Pesero serta Perubahan Anggaran Dasar CV. MH, yang dikeluarkan Notaris Melani Kristina Pasaribu SH, M.Kn di Kota Balikpapan.
Permohonan penetapan pengadilan diduga merupakan modus operandi atau akal bulus RA, OBT, dan kawan-kawan untuk memberi “legitimasi” atas kejahatan yang dilakukan, dengan mens rea “pencaplokan tambang batubara CV. MH dari pemiliknya yang sah. Akal bulus dalam KBBI adalah: tipu muslihat yang licik. Kiasan pandai menipu dan licik. Permohonan penetapan pengadilan terkonfirmasi sebagai bentuk tipu muslihat yang licik, dengan maksud agar penerbitan akte No 2 tentang Keluar Masuk sebagai Pesero serta Perubahan Anggaran Dasar CV. MH pada tanggal 27 Oktober 2023 yang dikeluarkan Notaris Melani Kristina Pasaribu, SH, M.Kn terkesan legitimate.
Kasus ini tergolong kejahatan kerah putih (white collar crime) yang terorganisir, yang melibatkan pengacara, pengusaha selaku penyandang dana, hakim, panitera pengganti, dan notaris. Hakim LS dikualifisir telah melanggar Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009, tanggal 8 April 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dan/atau pasal 263 KUHP. Dalam kasus pencaplokan tambang CV. MH ini, aparat penegak hukum dari lembaga peradilan yang telah menjadi korban pertama.
Kini kasusnya sudah menjadi perkara pidana, sebagaimana Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP. Sidik/237/V/RES.1.9/2024/Tipidter, Tanggal 6 Mei 2024. Sedangkan terhadap Penetapan Nomor: 253.Pdt/2023/PN.Bpp dikeluarkan pada tanggal 25 Oktober 2023 kini tengah diajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung RI.
” lSaya minta pimpinan Mahkamah Agung RI memantau prosesnya untuk menjamin tidak terulangnya praktek mafia peradilan “ tukas Boyamin Saiman.