Tampak dari luar memang bangunan Masjid Tua tersebut mirip rumah panggung tradisional. Selanjutnya untuk lantai bangunan masih beralaskan papan kayu dan atasnya memang menggunakan genteng.
Fahmi 48 tahun warga Cikande yang sempat berkunjung ke Masjid Kuno Baitul Arsyi bercerita bahwa setiap dirinya ke Gunung Karang selalu menyempatkan diri untuk shallat berjama’ah di Masjid Kuno tersebut. Menurutnya berkunjung ke Gunung Karang tanpa menginjakan kaki di Masjid Tua itu tak lengkap. Sebab kata Fahmi Masjid itu mempunyai histori yang panjang terutama di Kampung Pasir Angin.
“Kampung pertama di Gunung Karang, yaitu Pasir Angin. Dulu sejarahnya Kampung di sini tempat berkumpulnya para syeh dan Sultan Banten.”tutur Fahmi sambil menujuk bangunan masjid tua.
Fahmi menyarankan agar bangunan Masjid tersebut tak dirubah modelnya. Karena menurutnya bangunan Masjid di Kampung Pasir Angin banyak menyimpan sejarah terutama masyarakat di Pagerbatu. “Harus tetap ditawarin menjadi cagar Budaya, Masjid ini sudah terkenal di Kampung saya. Ini saya mau ke Sumur tujuh juga, lelakonya harus terlebih dulu ke sini.”ungkap Fahmi.
Sementara itu, saat ditemui tagar di Masjid Kuno Baitul Arsyi, Bagus Ramadhan 23 tahun mengatakan dirinya sangat kaget mendengar usia dari Masjid Kuno tersebut. Menurut Bagus saat ini dirinya sangat menyukai bangunan-bangunan yang tradisonal terutama mempunyai nilai sejarah. “Lagi senang aja melihat bangunan yang punya sejarahnya. Apa lagi ini di daerah sendiri. Kalau bisa jangan dirubah harus kita rawat Masjid Kuno ini.”terang Bagus.
Dikatakan pria berkacamata ini, masjid yang ada di Pasir Angin tak ada tulisan atau arsip pembuatannya, seperti kapan berdirinya atau siapa yang meresmikannya. Dirinya mengaku sudah mengelilingi lingkungan Masjid Tua tersebut, tapi tak menemukan tanda-tanda bahwa kapan masjid itu dibuat.
“Sudah muter nyari tahun pembuatan, tapi tak ketemu. Orang tua di sini juga gak mengetahui kapan Masjid ini dibuat.”beber Bagus.