Merasa Dibeking Oknum Penyidik Polri, Mafia Tambang di Jambi Didesak Segera Tangkap

Merasa Dibeking Oknum Penyidik Polri, Mafia Tambang di Jambi Didesak Segera Tangkap I Teras Media

Terasmedia.co Jakarta – Merasa dibekingi oknum Penyidik Bareskrim Polri, pelaku penguasaan lahan dan perusahaan tambang PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) secara ilegal, bernama Herman Trisna, semakin belagu. Pria yang dapat disebut sebagai maling tambang di Jambi itu semakin songong.

Bahkan, yang terbaru, Herman Trisna bersama komplotannya semakin menjadi-jadi, dengan terus menguasai lokasi tambang, dan bertransaksi jual beli batubara di lokasi pada tengah malam.

Padahal, secara legal dan sah, PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) itu saat ini adalah milik seseorang bernama M. Ichsan, dan Deniel Candra sebagai pemilik 80 persen saham resmi.

Bacaan Lainnya

Anggota Kuasa Hukum Deniel Candra, Ryan D Prasetya, SH., MH, mengungkapkan, sepak terjang Herman Trisna semakin menjadi-jadi dikarenakan merasa dibekingi oleh oknum Penyidik Bareskrim Polri, yang diduga bermain mata dan menjalin deal dengan Herman Trisna.

“Buktinya, kami mendapat informasi valid, bahwa sejumlah oknum Penyidik dari Bareskrim Polri dan Polda Jambi sering bolak-balik ke lokasi tambang bersama Herman Trisna, dan mereka melakukan transaksi atau penjualan batubara hasil tambang PT BBI pada tengah malam,” ungkap Ryan D Prasetya, kepada wartawan di Jakarta, Minggu (19/03/2023).

Baca juga : Aktivis Jambi Soroti Jalan Gubernur Jambi Rusak Parah

Ryan  menegaskan, seharusnya PT BBI dan lokasi tambang itu diserahkan kepada pemilik terbaru yang sah, yakni M. Ichsan, dan Deniel Candra sebagai pemilik 80 persen saham resmi.

“Atau, sama sekali tak boleh ada aktivitas dan tak boleh beroperasi di lokasi tambang. Itu mesti status quo sampai selesai urusan perkara atau kasus saling lapor melapor yang dilakukan oleh Herman Trisna dengan Pemilik yang sah,” tutur Ryan D Prasetya.

Namun, kata dia, sepertinya oknum Penyidik malah berkomplot dengan Herman Trisna untuk meraup keuntungan secara diam-diam dari penjualan gelap batubara hasil tambang di Jambi itu secara diam-diam.

“Herman Trisna juga semakin sogong, dan semakin berani menuduh-nuduh orang lain sebagai pemilik palsu PT BBI. Padahal, dirinya sendiri yang secara ilegal hendak menguasai PT BBI dan tambang secara ilegal,” lanjut Ryan D Prasetya.

Oleh karena itu, Ryan mengatakan, sebaiknya Kabareskrim dan Wakabareskrim Polri segera menangkap Herman Trisna dan komplotannya. Karena aksi-aksi ilegalnya di lokasi tambang sangat merugikan Negara dan pemilik perusahaan yang sah.

“Herman Trisna tak boleh seenaknya begitu. Dia harus dihentikan. Kami meminta kiranya Kabareskrim atau Wakabareskrim Polri segera menangkap dan menghentikan Herman Trisna dan kawan-kawannya itu. Juga Mabes Polri perlu mengecek oknum-oknum penyidinya yang diduga bermain mata dengan Herman Trisna,” tutur Ryan D Prasetya.

Perlu diperingatkan, kata Ryan, dalam pemeriksaan konfrontrasi yang dilakukan Penyidik Bareskrim Polri kepada Deniel Candra dengan Herman Trisna dan kawan-kawannya, sangat jelas bahwa Herman Trisna tak bisa membuktikan bahwa dia pemilik PT BBI.

“Herman Trisna membuat laporan yang tidak jelas, namun begitu dikonfrontir malah tak memiliki landasan dan bukti-bukti atas apa yang dilaporkannya sendiri. Herman Trisna sudah bukan pemilik PT BBI. Karena itu, dia tak berhak beroperasi di lokasi tambang, dan tak berhak membawa-bawa PT BBI lagi,” ujar Ryan.

Karena itu, lanjutnya, pihak Bareskrim Polri harus segera menghentikan adanya dugaan pelaporan palsu yang dilakukan oleh pemain tambang ilegal alias illegal mining terhadap pemilik tambang batu-bara di Jambi, PT Bumi Borneo Inti (BBI).

Selain itu, pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), juga diminta segera memberikan hak dan juga kepemilikan yang sah kepada pemilik terbaru PT Bumi Borneo Inti (BBI), yakni kepada M Ichsan dan kawan-kawan.

Sebelumnya, Deniel Candra, yakni pemilik 80 persen saham PT Bumi Borneo Inti (BBI) yang sah, mengaku dipanggil dan diperiksa oleh Penyidik Bareskrim Polri bernama AKBP Wahyu Sulistyo yang merupakan Kanit IV Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, dan Penyidik Pembantu Brigadir Yashica N A alias Azis, di Kantor Unit IV Subdit 3 Dittipidum Bareskrim Polri, pada Rabu, 01 Maret 2023.

“Saya telah diperiksa oleh Penyidik bernama Azis di lantai 4 Bareskrim Polri kemarin. Selain saya, juga ada Herman Trisna yakni Pelapor, dan Yos Melano yang disebut sebagai Direktur di PT BBI. Kami telah dikonfrontir oleh Penyidik. Dan saya tidak melalukan pemalsuan. Saya melakukan apa yang secara sah menjadi hak dan milik saya,” tutur Deniel Candra, kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (02/03/2023).

Deniel Candra datang memenuhi panggilan pemeriksaan dan konfrontir penyidik dengan didampingi Kuasa Hukumnya, Haris Pribadi, S.H., dan Ryan D Prasetya, S.H., M.H. Sedangkan Pelapor Herman Trisna juga didampingi oleh Tim Kuasa Hukum.

“Dalam konfrontir itu, Pelapor Herman Trisna mengaku tidak memiliki data dan informasi yang valid mengenai laporannya mengenai dugaan pemalsuan dokumen kepada saya. Malah, Herman Trisna juga mendadak tidak tahu kalau sejumlah dokumen yang ditandatanganinya langsung adalah palsu, atau tidak dapat dipertanggungjawabkan,” tutur Deniel Candra.

“Jadi, salah alamat dia melaporkan saya atas dugaan pidana pemalsuan. Dia malah membuat laporan palsu ke Bareskrim Polri dan ditindaklanjuti oleh Penyidik. Niatnya mereka para Pelapor itu kan mau menguasai PT BBI. Sampai saat ini, kami sebagai pemilik saham terbesar, yakni 80 persen, dan M Ichsan sebagai Dirut dan Pemiliknya. Bukan Herman Trisna dan bukan Yos Melano,” lanjut Deniel Candra membeberkan.

Deniel Candra mengatakan, semua dokumen kepemilikan PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) yang sah dan terbaru ada di tangan dia. Sedangkan data dan dokumen yang masih diklaim Herman Trisna adalah data sangat lama, yang sudah berganti kepemilikan PT BBI berdasarkan persetujuan semua pihak.

“Jadi, sampai kini, Herman Trisna dan kawan-kawannya, hendak melaporkan kami, agar dia bisa secara leluasa menguasai PT BBI dan tambang di Jambi. Surat dari Bareskrim Polri ini pun dijadikan dia dasar ke pihak Kementerian ESDM agar Herman Trisna yang beroperasi di tambang,” tutur Deniel Candra.

Menurut Deniel Candra, hingga saat ini Herman Trisna dan kawan-kawannya melakukan penambangan ilegal di lahan PT Bumi Borneo Inti (BBI), dengan menggunakan dokumen bodong. Deniel Candra pun meminta kepada Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto dan Wakabareskrim Polri Irjen Pol Asep Edi Suheri, agar memeriksa laporan yang dilakukan oleh Herman Trisna dan kawan-kawannya itu secara langsung.

“Jangan sampai laporan palsu dan bodong ditindaklanjuti oleh Penyidik, lalu dipaksakan untuk mengkriminalisasi kami. Ini sangat tidak kami harapkan. Kami berharap Bareskrim Polri segera menghentikan laporan palsu yang dilakukan oleh Herman Trisna dan kawan-kawannya itu. Sebab, ini sangat merugikan kami, dan ini berkenaan dengan nyawa dan keberlanjutan kami di PT BBI,” pinta Deniel Candra.

Anggota Kuasa Hukum Deniel Candra, Haris Pribadi, menambahkan, laporan yang dilakukan oleh Herman Trisna kepada kliennya, sangat tidak berdasar. Akte No 7 Tanggal 5 Maret 2021 tentang kepemilikan baru PT Bumi Borneo Inti (BBI), yang dilaporkan oleh Herman Trisna sebagai pemalsuan, sangat tidak layak ditindaklanjuti.

“Akte itu tidak ada yang salah. Itu sah dan legal, dan memang sudah ada pergantian kepemilikan secara sah berdasarkan kesepakatan semua pihak, termasuk disetujui oleh Herman Trisna, walau pun kemudian dia membantah sekarang,” tutur Haris Pribadi. Bahkan, keabsahan akte tersebut, lanjut Haris Pribadi, telah pula diakui secara sah oleh Majelis Kehormatan Notaris.

“Jadi, kalau pun ada kekurangan-kekurangan administratif, ya itu seharusnya Perdata. Bukan malah dipaksakan pidana,” ujarnya.

Lagi pula, lanjut Haris Pribadi lagi, kliennya Deniel Candra, juga mau menyelesaikan keluhan-keluhan Herman Trisna, termasuk untuk pembatalan akte, asalkan dengan kejujuran dan niat baik.

“Tentu dengan beberapa persyaratan yang diajukan oleh Deniel Candra, termasuk mengenai kompensasi kepemilikan saham sebanyak 80 persen itu jadi salah satu pertimbangan,” ujar Haris.

Haris Pribadi juga berharap, pihak Kementerian ESDM, segera mengalihkan semua administrasi pengelolaan tambang PT BBI yang masih dikuasai oleh Herman Trisna berdasarkan laporan palsunya di Bareskrim Polri.

“Sebab, sampai kini, Herman Trisna masih beroperasi secara ilegal, dan juga sangat merugikan Negara, karena pajak dan penghasilan dari aktivitas tambang itu tidak masuk ke Negara,” ujar Haris.

Anggota Kuasa Hukum Deniel Candra lainnya, Ryan D Prasetya, SH., MH,  juga berharap pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan aparat Kepolisian diminta segera menghentikan aksi dan sepak terjang pelaku tambang ilegal atau illegal mining yang mengatasnamakan PT Bumi Borneo Inti (BBI), di Kabupaten Muaro, Provinsi Jambi.

Apalagi, terduga pelaku illegal mining, atas nama inisial HT (Herman Trisna-Red), tak kunjung menghentikan aksi-aksi dengan membawa-bawa PT Bumi Borneo Inti (BBI), dan mendapatkan keuntungan sepihak dari klaim mengklaim perusahaan itu.

Anggota Tim Kuasa Hukum, Deniel Candra, Ryan D Prasetya, SH., MH, menyampaikan, kliennya atas nama Deniel Candra, merasa sangat dirugikan oleh sepak terjang dan aksi-aksi  yang diduga keras merupakan tindakan melawan hukum.

“Klien kami sangat amat dirugikan. Yang terbaru, HT malah tetap diijinkan oleh pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau Kementerian ESDM untuk tetap menjalankan PT BBI secara ilegal. Hal itu terpantau jelas lewat Mineral Online Monitoring System (MOMS),” tutur Ryan D Prasetya.

Mineral Online Monitoring System (MOMS) merupakan sistem yang dibuat dalam rangka untuk melakukan pengawasan kegiatan produksi dan penjualan komoditas mineral dan batu bara, yang dikelola oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Ini sangat kasat mata sekali. Seseorang yang tidak memiliki hak apa pun di PT BBI, malah bebas dan dibiarkan beroperasi menjual-jual tambang. Ini harus ditindak tegas,” tutur Ryan D Prasetya.

Kemudian, Ryan D Prasetya juga mengingatkan, Negara dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sangat dirugikan oleh sepak terjang HT.

Sebab, selain melancarkan aksi-aksi ilegal dan melanggar hukum dalam mengelola tambang dan PT BBI, Negara juga dirugikan karena tidak memperoleh pajak atau pun pemasukan yang sah dari aktivitas dan operasional yang dilakukan HT.

“Negara dan PT BBI, serta klien kami sangat dirugikan oleh aksi-aksi dan sepak terjang HT,” tegas Ryan D Prasetya.

Anehnya lagi, menurut Ryan D Prasetya, HT malah membuat laporan di Bareskrim Mabes Polri, seolah-olah dia adalah pemilik yang sah dari PT BBI. Padahal, diterangkan Ryan D Prasetya, jelas-jelas kepemilikan dan akta PT BBI tidak ada nama HT.

“Justru, Aparat Kepolisian harusnya segera menangkap dan memproses hukum HT. Sebab, dengan cara sadar dan melanggar hukum telah membuat laporan yang mengakibatkan kerugian besar kepada klien kami dan kepada Negara,” cetusnya.

Ryan D Prasetya menjelaskan, di dalam dokumen B-1353 Kementerian ESDM tentang tanggapan permohonan pembaharuan akun MOMS PT Bumi Borneo Inti, dijelaskan bahwa untuk sementara PT BBI dalam status quo, sampai adanya keputusan hukum tetap. Namun, pada faktanya, lanjut Ryan D Prasetya, HT sampai saat ini terus beroperasi secara ilegal dan tidak ditindak oleh aparat kepolisian mau pun Kementerian ESDM.

Kejanggalan surat dokumen B-1353 Kementerian ESDM tentang tanggapan permohonan pembaharuan akun MOMS PT Bumi Borneo Inti, tidak menyebutkan bahwa Dirut PT BBI, M. Ichsan mengajukan Surat Pembaharuan akun MOMS tanggal 24 Agustus 2022, baru dibalas Dirjen Minerba Kementerian ESDM pada 3 November 2022.

“Diduga, kelamaan syarat, dugaan suap oleh HT. Alasannya karena ada surat keberatan HT tanggal 3 Oktober 2022 pakai dasar SP2HP dari Bareskrim Polri,” sebut Ryan D Prasetya.

Ryan D Prasetya juga membeberkan, adanya dugaan rekayasa yang dilakukan HT dan kawan-kawannya, serta adanya dugaan kriminalisasi terhadap PT BBI dan kepemilikan yang sah.

“Sebab, sejak kapan Laporan Polisi bisa dijadikan dasar oleh pihak Dirjen Minerba Kementerian ESDM untuk mengambil tindakan dalam persoalan seperti ini? Aneh sekali bukan,” jelasnya.

Perlu diketahui, lanjut Ryan D Prasetya, kliennya dan Dirut PT BBI M Ichsan, sudah 3 surat dilayangkan mengenai pembaharuan akun PT BBI di Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Surat pertama, ditolak dengan alasan ada surat dari HT (Herman Trisna-Red), pemilik lama yang melampirkan Laporan Polisi dari Bareskrim Polri.

“Surat kedua, tidak direspon. Dan bahkan Direksi PT BBI yang sah berkunjung ke Dirjen Minerba Kementerian ESDM, namun malah ditolak dengan makian oleh pegawai Dirjen Minerba bernama Hersanto saat itu,” ungkap Ryan D Prasetya.

Kemudian, lanjutnya, sudah 5 bulan berlalu, akhirnya akun MODI sudah diperbaharui. “Hanya sempat mengalami ganguan oleh Mantan Direktur Yos Melano, yang masih bersurat mengatasnamakan Direktur PT BBI,” sebutnya.

Terakhir NIB, OSS, dan MODI dan EFIN/ENOFA sudah clear di tangan manajemen PT BBI sah secara AHU. Namun sayang, manajemen belum bisa melakukan proses pengapalan, karena terkait akun MOMS dan E-PNBP belum dipegang.

“Sebenarnya akun MOMS dan E-PNBP masih berstatus aktif dengan user name yang masih dipegang oleh manajemen lama, yaitu Yos Melano. Yos Melano sengaja menahan-nahan hal ini dengan tujuan mengganggu manajemen baru. Yos Melano sepertinya sudah mengerahkan segala daya upaya di Dirjen Minerba Kementerian ESDM, agar akun ini tidak beralih ke manajemen baru,” tutur Ryan D Prasetya.

Untuk itu, lanjutnya, Direktur Utama PT BBI yang sah secara AHU, dan sudah memegang akun NIB, OSS, dan MODI, berharap Dirjen Minerba Kementerian ESDM segera menjawab Surat Permohonan perubahan akun MOMS dan E-PNBP PT BBI sudah bisa melanjutkan aktivitasnya.

“Kejadian menahan-nahan perubahan akun MOMS dan E-PNBP oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM akan menghilangkan potensi pendapatan Negara akibat dari belum bisanya PT BBI melakukan aktivitas pengapalan,” terang Ryan D Prasetya.

Apalagi diketahui, akun MOMS dan E-PNBP PT BBI berstatus aktif, dan user name dipegang oleh Yos Melano yang secara legalitas bukan Direktur PT BBI lagi.

“Apabila terjadi penyalahgunaan oleh Yos Melano, maka besar kemungkinan hal ni bisa dikategorikan penggelapan dan pemalsuan data,” ujarnya lagi.

Menurut Ryan, Yos Melano merupakan Dirut lama PT BBI, diduga bekerja sama dengan Herman Trisna untuk menguasai PT BBI.

“Belum lagi, dengan tidak bisanya bertransaksi, tertahannya pembaharuan akun akun MOMS dan E-PNBP PT BBI oleh pihak Dirjen Minerba Kementerian ESDM akan menghambat cashflow perusahaan. Bisa kita bayangkan berapa kerugian yang diderita manajemen PT BBI karena hal konyol seperti ini,” jelas Ryan.

Sebelumnya, seseorang bernama Herman Trisna bersama aktor senior Roy Marten dan Dwi Yan bersama kawan-kawannya, diduga hendak menguasai lokasi tambang batu-bara secara ilegal di Jambi, dengan cara terlebih dahulu mengambil alih perusahaan yang memperoleh hak resmi pengelolaan lokasi tambang itu.

Pemegang saham mayoritas PT Bumi Borneo Inti (BBI), Deniel Candra, mengajukan perlindungan hukum kepada Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Kabareskrim), Komjen Pol Agus Andrianto, agar segera turun tangan mengusut tuntas praktik penguasaan dan pengelolaan atau pendudukan lahan tambang batu bara ilegal, yang dilakukan oleh kontraktor bodong yang menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK) bodong di Kabupaten Muaro, Provinsi Jambi, yang telah merugikan PT Bumi Borneo Inti (BBI).

Pengajuan Perlidungan Hukum kepada Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrinto, itu dilakukan pada Rabu (15/02/2023).

“Permohonan perlindungan hukum kepada Kabareskrim Agus Andrianto, atas manipulasi fakta dan kebenaran yang terjadi berdasarkan Laporan Polisi Nomor  LP/B/0400/VII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 21 Juli 2022 atas nama Pelapor Herman Trisna,” tutur Ryan D Prasetya.

Jadi, dijelaskan dia, untuk memuluskan aksinya dalam menguasai PT Bumi Borneo Inti (BBI), dan lokasi tambang di Kabupaten Muaro, Jambi, seseorang bernama Herman Trisna melaporkan Deniel Candra ke Bareskrim Polri. Sebab, Herman Trisna sudah menjual-jual lokasi tambang itu secara sepihak dan tanpa hak kepada aktor senior Roy Marten dan kepada pihak-pihak lainnya.

 

 

 

“Mungkin, karena kadung sudah main secara ilegal, HT melaporkan klien kami Deniel Candra ke Bareskrim Polri, atas dugaan manipulasi fakta dan kebenaran, seolah-olah PT BBI dan lokasi tambang di Muaro, Jambi itu masih menjadi hak pribadinya HT,” tutur Ryan.

Anehnya lagi, kata dia, Penyidik di Bareskrim Polri pun menindaklanjuti laporan Herman Trisna itu. Padahal, lanjutnya, Direktur Utama PT Bumi Borneo Inti (BBI) telah melaporkan Herman Trisna di Polda Jambi, tentang penambangan batu bara ilegal atau illegal mining dengan nomor surat penyelidikan: SP.LIDIK/292/IX/RES.5/2022/DITRESKRIMSUS pada tanggal 8 September 2022.

“Laporan HT ditindaklanjuti, sedangkan laporan Direktur PT BBI kepada HT di Polda Jambi sejak September 2022 lalu, tidak ditindaklanjuti. Ini juga suatu keanehan bukan?” ujarnya.

Karena itu, Deniel Candra, melalui kuasa hukumnya, berharap, Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto, bisa memberikan perlindungan hukum kepada Deniel Candra.

“Sekaligus, kiranya Kabareskrim bisa menindaklanjuti laporan Direktur PT BBI atas HT di Polda Jambi sejak September 2022 lalu itu,” ujar Ryan.

Sebelumnya, terungkap bahwa seseorang berinisial HT (Herman Trisna-Red), berupaya menguasai lahan tambang, dengan menjual-jual Surat Perintah Kerja (SPK) bodong kepada sejumlah kontraktor lainnya, termasuk kepada aktor senior Roy Marten.

HT yang diduga sebagai seorang kontraktor bodong juga memberikan keleluasaan untuk bebas melakukan penambangan dan mengambil sebanyak-banyaknya batu bara yang disanggupi dari areal konsesi tambang batu bara Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) milik PT Bumi Borneo Inti (PT BBI), di Kabupaten Muaro, Jambi.

Herman Trisna alias HT yang masih mengklaim dirinya sebagai pemilik lama PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) diduga mengadakan sejumlah kontrak Surat Perintah Kerja (SPK) dengan pihak penambang dan kontraktor secara sporadis dan ugal-ugalan, hal itu terlihat dari banyaknya Open Pit Mining atau areal tambang terbuka yang ilegal, yang dibuka atas nama inisial HT. Kondisi ini sudah dilaporkan oleh Pemilik lahan tambang yang sah yang juga Pemilik PT Bumi Borneo Inti (BBI) yang sebenarnya kepada pihak Polda Jambi.

Namun, sungguh sangat disayangkan, aparat kepolisian tidak menggubris laporan warga yang merupakan pencari keadilan. Polda Jambi tidak menindaklanjuti Surat Aduan yang dilayangkan oleh Direktur Utama PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) sejak bulan Agustus 2022 lalu.

HT hanya dengan hanya berbekal fotokopian Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP), dan fotokopian akta yang sudah tidak valid, kok bisa membuka banyak kontrak yang tidak berdasar kepada para kontraktor tambang.

Setelah dicek di Direktorat Jenderal Administrasi Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), juga di One Single Submission atau OSS, serta keabsahan Nomor Induk Berusaha atau (NIB) atas nama Herman Trisna, ternyata Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) yang dijadikan alat jualan itu tidak valid alias bodong.

Lewat aksinya, HT memungut biaya deposit besar-besaran, mulai dari Rp 500 juta sampai Rp 1,5 Miliar kepada para kontraktor tambang. Padahal, sesuai akta mutakhir pada 8 September 2022, serta data AHU terkini, dan sesuai NIB, OSS, Direktur Utama PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) adalah M Ichsan dengan kepemilikan saham 80 persen oleh H Deniel Candra.

Hal ini juga dipertegas dengan aktivasi di data EFIN, E-Nofa, MODI, dan MOMS, pada Dirjen Mineral dan Batubara pada Kementerian ESDM, ternyata Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) sudah sepenuhnya berada di bawah manajemen baru sesuai dengan akta terbaru.

Perlu diketahui, Electronic Filing Identification Number (EFIN) adalah nomor identitas yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk wajib pajak yang melakukan transaksi elektronik perpajakan, seperti lapor SPT melalui e-Filing dan pembuatan kode billing pembayaran pajak.

E-Nofa sendiri adalah website yang memiliki fungsi untuk pengajuan permohonan Nomor Seri Faktur Pajak Online keluaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang sebelumnya dilakukan secara manual. Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) sendiri adalah salah satu syarat pembuatan faktur pajak.

Mineral One Data Indonesia (MODI), adalah sebuah aplikasi yang dikembangkan untuk membantu mengelola data perusahaan mineral dan batu bara di lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.

Mineral Online Monitoring System (MOMS) merupakan sistem yang dibuat dalam rangka untuk melakukan pengawasan kegiatan produksi dan penjualan komoditas mineral dan batu bara. Berkaca dari kondisi saat ini, pelaporan, evaluasi, atau rekapitulasi masih dilakukan secara manual.

Oleh karena itu, pria yang dikenal dengan inisial HT adalah kontraktor bodong, yang dengan bukan haknya dan bukan kewenangannya menawarkan sejumlah kontrak Surat Perintah Kerja (SPK) dengan pihak penambang dan kontraktor, secara sporadis dan ugal-ugalan.

HT juga dipastikan sudah tidak memiliki saham apa pun di PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) sejak Maret 2021. Karena itu, HT tidak memiliki wewenang apa pun terhadap lahan wilayah konsesi PT Bumi Borneo Inti (PT BBI).

Anehnya, hingga kini HT terus bermanuver dan membuat ulah serta aksi-aksi yang seolah-olah sebagai pelaku sah. HT membuat banyak manuver mulai dari menggugat Akta di PTUN yang hasilnya sudah 2 kali ditolak. Dan masih mencoba peruntungan ‘gambling’ ke Mahkamah Agung (MA).

Sangat disayangkan, HT memanfaatkan momen ini untuk membuka banyak SPK dan mengambil manfaat dengan memungut biaya-biaya deposit ke para kontraktor yang bekerja di sana. Diduga Pembebasan ini menjadikan areal PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) layaknya areal tidak berada dalam teritorial hukum.

Sayangnya, para penambang yang tidak tahu menjual hasil batu baranya ke mana, jelas sekali bahwa mereka tidak memiliki dokumen yang sah. Apalagi, Kepala Teknik Tambang atau KTT Tambang, Ibnu, yang saat ini dinilai sudah menghilang dan lari dari tanggung jawab.

Para penambang yang merasa bekerja di Open Pit Mining atau areal tambang terbuka yang ilegal yang dilakukan HT, sesungguhnya telah menjadi korban.

Sebab, para kontraktor tambang itu harus membayar royalti kepada HT, padahal HT sendiri tetapi tidak memiliki dasar hukum untuk bekerja. Para kontraktor tambang diduga ditipu oleh HT, sebab mereka hanya bekerja berdasar pada kontrak yang ditandatangani pemilik lama yakni HT, padahal, ini sudah tidak sesuai dengan data AHU dan OSS.

Sejumlah di Open Pit Mining atau areal tambang terbuka yang bekerja dengan di Open Pit Mining atau areal tambang terbuka yang diklaim oleh HT itu, tidak berada di bawah manajemen yang terbaru, dan tidak sesuai dengan ketentuan AHU, OSS dan NIB, MOMS, MODI, yang semuanya itu sudah dimasukkan dalam Surat Aduan oleh Dirut PT Bumi Borneo Inti (PT BBI), M. Ichsan, kepada Polda Jambi, pada bulan Agustus 2022, agar segera dilakukan langkah hukum.

Perlu diketahui juga, bahwa para kontraktor yang diduga diiming-imingi oleh HT itu, bekerja tanpa Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP). Hal ini semakin memperjelas bahwa para kontraktor bodong yang mencoba bekerja di Open Pit Mining atau areal tambang terbuka milik PT Bumi Borneo Inti (PT BBI) itu adalah sebagai bentuk pelanggaran nyata.

Sementara, aktor senior Roy Marten, membantah dugaan terlibat dalam kasus tambang ilegal di Jambi.

Dalam konferensi persnya, yang dipublikasi Insert, Roy Marten dan aktor senior lainnya Dwi Yan, mengaku hanya sebagai calon pembeli saham perusahaan tersebut. Roy Marten juga menyebut kepemilikan perusahaan ini sudah berganti. Roy Marten dan aktor senior Dwi Yan, merasa tertipu, karena Herman Trisna menawarkan saham perusahaan yang sudah bukan miliknya.

 

 

 

“Jadi, ketika ketemu tahun 2021 lalu, ada beberapa urusan kerja sama. Saya tahu Herman Trisna punya tambang di Jambi. Kami tanyakan, ‘Boleh enggak saya dan Dwi Yan beli sebagian saham? Jadilah kesepakatan kami. Ternyata, yang mengagetkan, PT BBI sudah bukan punya Pak Herman Trisna. BBI dikuasai (saham mayoritas) oleh yang namanya Daniel Chandra,” tutur Roy Marten dalam klarifikasinya.

Dalam sebuah pemberitaan media online baru-baru ini, Herman Trisna kembali melakukan tindakan yang tidak pantas, dengan menuduh Deniel Candra bukan pemilik 80 persen saham.

 

 

 

Berita itu dimuat di http://channelberita24.com/2023/03/11/terus-menerus-tebar-cerita-bohong-deniel-candra-terancam-kena-pasal-pencemaran-nama-baik-dan-uu-ite/

Terus Menerus Tebar Cerita Bohong, Deniel Candra Terancam Kena Pasal Pencemaran Nama Baik dan UU ITE

Aksi Deniel Candra, mantan karyawan PT. BBI yang mengaku sebagai pemilik saham mayoritas secara terus menerus menyebarkan cerita bohong kepada pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan dimana seolah-olah pemilik syah PT. BBI, Sdr. Herman Trisna (Komisaris Utama) telah menyerahkan 80% saham perusahaan kepada Deniel Candra sama sekali tidak benar. Hal ini sudah dibantah Herman Trisna, bahjan shdah dirinya sudah melaporkan Sdr. Ddniel Candra ke Mabes Polri dan Polda Jambi dengan tuduhan pemalsuan dokumen/ akta perusahaan dan illegal mining.

Klaim Deniel yang menyebutkan peralihan saham sebesar 80% kepada dirinya sebagaimana disebutkan dalam Akte Nomor. 7. Tanggal 15 Maret 2021 yang dibuag okeh Notaris Tubagus Kiemas adalaah rekayasa dirinya bekerjasama dengan Notaris. Hal inipun sudah dilaporkan oleh Heman Trisna kepada Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Banten dan hasilnya, sang Notaris “TK” dinyatakan bersalah karena membuat dokumen yang tidak sesuai dengan faktanya sehingga yang bersangkutan dijatuhi sanksi 6 bulan tidak boleh berpraktek dan akta yang sudah dibuat dibatalkan dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun (putusan MPWN Nomor: M.16/MPWN Prov.Banten/2022).

Selain itu, Notaris Tubagus Kiemas (TK) juga menyurati kedua belah pihak terutama kepada Sdr. Deniel Candra yang intinya adalah memberitahukan agar Akta nomor. 07 tersebut tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan apapun karena dibuat tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dibatalkan. Demikian bunyi surat yang dibuat oleh Notaris Tubagus Kimas pada tanggal 16 Desember 2021.

Hal ini mendapat perhatian khusus dari sejumlah LSM di Jambi. Koordinator Gerakan Anak Bangsa (GAB) Peduli, Syaiful Iskandar yang mengikuti jalannya kasus ini meminta agar pihak kepolisian dapat menjadikan bukti- bukti yang sudah ada tersebut untuk menindak pelaku.

“Dengan banyaknya bukti-bukti yang sudah terkuak serta adanaya pengakuan dari pihak notaris dan juga hasil keputusan Majelis Pengawas Notaris atas rekayasa yang dilakukan sdr. Daniel dan Notaris, kiranya sudah cukup bagi pihak kepolisian untuk mengambil tindakan mengkap pelaku” ujarnya.

Di tempat terpisah, Praktisi Hukum Herlina SH yang dimintai komentarnya mengenai hal ini mengatakan bila seseorang membuat cerita bohong dan telah disebarluaskan melalui tulisan afau gambar apalagi dimuat di media madda dan dibaca publik, maka yang bersangkutan dapat dituntut melalui pasal pencemaran nama baik dan UU ITE.

“Bila tuduhan yang disampaikan tersebut tidak benar dan cerita bohong, maka yang melakukannya dapat dituntut dengan pasal pencemaran nama baik dan UU ITE,” jelasnya.

Anggota Kuasa Hukum Daniel Candra, Ryan D Prasetya, menegaskan aksi-aksi ilegal Herman Trisna itu harus dihentikan.

“Sebaiknya segera ditangkap dan ditahan,” tandas Ryan D Prasetya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada respon dari HT alias Herman Trisna, Polda Jambi, dan Bareskrim Polri, dan Kementerian ESDM.

Ikuti kami di Google News