TerasMedia.co, JAKARTA | Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menyetujui permintaan pengurus PWI untuk melanjutkan program Sekolah Jurnalistik Indonesia (SJI) sebagai upaya meningkatkan kompetensi wartawan. Diharapkan, program pelatihan SJI itu dapat dilaksanakan kembali tahun 2024 dengan dukungan anggaran dari Kemendikbudristek.
Hal tersebut disampaikan Mendikbudristek Nabiel Makarim saat menerima pengurus PWI Pusat yang dipimpin ketua umumnya Hendry Ch Bangun, Jumat (10/11). Turut hadir dalam pertemuan itu, pengurus PWI lainnya, Ketua Bidang Pendidikan M Nasir, Ketua Bidang Kerja Sama dan Kemitraan M Sarwani, Wasekjen Raja Pane serta beberapa senior PWI dan pengajar SJI, Marah Sakti Siregar. Dari Kemendikbudristek, turut mendampingi Nadiem Makarim, antara lain Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Anang Ristanto, SE., MA dan Sekretaris Ditjen Pendidikan Vokasi Saryadi Guyatno.
Saat menerima pengurus PWI Pusat di ruang kerjanya, Nadiem Makarim menyatakan, dia tidak asing lagi dengan organisasi PWI karena dulu tinggal di Kompleks PWI, Cipinang, Jakarta.
Nono Anwar Makarim, ayah Nabiel Makarim adalah salah seorang tokoh pers nasional dan Pemimpin Redaksi Harian KAMI. Sebagai wartawan dan salah seorang tokoh angkatan 66, Nono Anwar Makarim sangat peduli dengan masalah pendidikan wartawan.
Seusai mendengar pemaparan dari Ketum PWI Hendry Ch Bangun dan pengajar SJI Marah Sakti, “Mas Menteri” —begitu Nadiem Makarim lebih senang disapa—-langsung memberikan respon positif.
Menurut Nadiem, SJI adalah program pelatihan jurnalistik yang sangat baik dan dilaksanakan oleh organisasi yang terpercaya sehingga SJI layak untuk dilanjutkan.
Sebelumnya, Nadiem sempat bertanya beberapa hal terkait SJI, siapa pesertanya dan berapa lama program pelatihannya?
Hendry mengatakan, peserta SJI adalah wartawan muda dengan durasi pelatihan satu minggu. Kemudian untuk redaktur tiga hari dan wartawan utama satu hari. Hal yang menarik lainnya, pengajarnya adalah tokoh-tokoh pers, wartawan senior untuk menularkan ilmu dan pengalaman serta nilai-nilai perjuangannya.
“SJI program yang sangat bagus. Kami akan usahakan untuk mengalokasikan anggarannya agar dapat melanjutkan program SJI,”ujar Nadiem.
Kegiatan SJI berhenti tahun 2017 dan 2018, antara lain karena ada kendala teknis di Kemendikbud setelah pejabat yang biasanya mengurusi SJI mutasi tugas. Sebelumnya, kegiatan SJI dibiayai anggaran dari Kemendikbud dengan alokasi senilai Rp 1 miliar. Tujuannya agar kompetensi wartawan dapat merata ke daerah-daerah.
Terkait dengan pelatihan jurnalistik untuk wartawan di daerah-daerah, Nadiem mengajukan beberapa usulan yang bisa diselaraskan dengan kebijakan di Kemendikbudristek. Salah satunya adalah menyelenggarakan pelatihan jurnalistik secara online agar pesertanya bisa lebih banyak dan lebih murah.
“PWI juga bisa bikin mini kampus. Ini cara bikin universitas yang dibiayai pemerintah tapi tanpa bikin universitas. Nggak usah bikin gedung. Pakai fasilitas yang ada. Ini sejalan kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM),” ujar Nadiem.
Untuk Program Kampus Merdeka, Kemendikbudristek menyediakan platform dan anggarannya, jika PWI berminat membuat mini universitas. “Soal kurikulum, pengajar silakan disiapkan oleh PWI,” ujar Nadiem.
Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun menyatakan akan mempelajari dan menindaklanjuti peluang kerjasama dengan dhengan Kemendikbudristek, terutama terkait dengan pemerataan kompetensi para wartawan di daerah-daerah dan kebutuhan organisasi PWI.