Terasmedia.co Yogyakarta – Ketua PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menegaskan bahwa pemahaman Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) mesti mengacu pada Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam acara Sosialisasi dan Peneguhan Materi Ketarjihan Dosen Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) di Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) pada Senin (20/03) secara online.
Syamsul menerangkan bahwa dalam tubuh Muhammadiyah terdapat dua putusan, yaitu: putusan organisasi dan putusan keagamaan. Putusan organisasi merupakan instruksi dari pusat yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat administratif. Sementara putusan keagamaan adalah pandangan resmi Muhammadiyah tentang persoalan keagamaan yang dirumuskan dalam mekanisme Musyawarah Nasional Tarjih.
“Baik putusan organisasi maupun putusan keagamaan itu bersifat mengikat, artinya wajib dijalankan semua unsur Persyarikatan. Walaupun tidak ada sanksi bagi yang tidak menjalankannya, namun diharapkan ada kesatuan dan keseragaman semua anggota Muhammadiyah,” ucap Syamsul.
Menurut Syamsul, Manhaj Tarjih merupakan metodologi ijitihad untuk merumuskan putusan keagamaan yang diyakini Muhammadiyah. Keberadaan metodologi ijtihad ini merupakan bukti bahwa putusan keagamaan yang dikeluarkan Muhammadiyah tidak asal, melainkan ditopang dengan ragam argumentasi syar’i dan sains. Di dalam Manhaj Tarjih terdapat seperangkat wawasan (atau semangat/perspektif), sumber, pendekatan, dan prosedur-prosedur teknis (metode) tertentu yang menjadi pegangan dalam kegiatan ketarjihan.
Baca juga : Abdul Mu’ti Ingatkan Ghibah Digital Bukan Budaya Muhammadiyah
Terdapat lima wawasan dalam Manhaj Tarjih: wawasan keagamaan, tajdid, toleransi, keterbukaan, dan tidak berafiliasi mazhab tertentu. Sumber yang digunakan ialah Al Quran dan Al Sunah al Maqbulah, sementara ijma’, qiyas, dan lain-lain menjadi sumber pendamping. Pendekatan yang digunakan ialah bayani, burhani, dan irfani. Metodenya menggunakan asumsi hirarki dan integralistik. Dalam menemukan norma konkret menggunakan metode interpretasi, kausasi, dan sinkronisasi.
“Kenapa dosen AIK mesti paham Manhaj Tarjih, karena keputusan keagamaan yang diyakini Muhammadiyah mengacu pada konsep yang tersusun dalam Manhaj Tarjih. Jadi, keputusan keagamaan ini bukan keputusan Tarjih tapi keputusan Muhammadiyah,” tegas Syamsul. (Hendro)