Penegak Hukum dan Presiden Diminta Lindungi Korban Mafia Tanah

Penegak Hukum dan Presiden Diminta Lindungi Korban Mafia Tanah I Teras Media

Terasmedia.co Jakarta – Salah seorang korban dari praktik mafia tanah, Bambang Djaya, mengaku terus dihalang-halangi dengan berbagai cara untuk mendapatkan hak mereka atas sengketa tanah yang sudah dimenangkan hingga tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (MA). Yang terbaru, Bambang Djaya diduga kembali diintimidasi dan diancam oleh orang-orang yang diduga sebagai bagian dari kaki tangan mafia tanah dan mafia hukum. Sebuah Surat Somasi menjadi alat yang dipergunakan oleh para pelaku atau kaki tangan mafia untuk menekan Bambang Djaya dan keluarganya.

“Somasi atau Peringatan Hukum untuk tidak melakukan gangguan terhadap kepemilikan sertipikat Hak Pakai No 125 Kebon Kacang tercatat atas nama Muhammad Azis Wellang, seluas 465 M2,” demikian judul Surat Somasi yang diterima Bambang Djaya dari Kantor Hukum Broer And Partners, yang beralamat di Gedung The Ceo Lantai 2, Jalan TB Simatupang, Kav 18 C, Cilandak Barat, Jakarta Selatan, yang ditunjukkan Bambang Djaya kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (24/02/2023).

Baca juga : Aktivitas Perataan Tanah di Desa Jeungjing Dihentikan Satpol PP

Bacaan Lainnya

Surat somasi yang disebutnya berisi ancaman itu berdasarkan Surat Kuasa Khusus dari seseorang yang bernama Muhammad Azis Wellang, yang beralamat di Puri Kemayoran Apartemen Tower 2 THD Lantai 3, RT 009/RW010, Kelurahan Kebun Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat.

“Isi surat somasinya menurut saya sengaja mengancam, dengan dalil bahwa ada Putusan Peninjauan Kembali atau PK yang kedua yang memenangkan mereka baru-baru ini. Sedangkan kami, sejak tahun 2007 silam pun sudah dinyatakan lewat putusan Pengadilan Negeri, PTUN hingga Kasasi dan PK Pertama sebagai pemilik yang sah,” tutur Bambang Djaya ketika berbincang dengan wartawan.

Anehnya lagi, lanjut Bambang Djaya, Putusan PK 2 yang memenangkan Muhammad Azis Wellang itu sarat dengan kejanggalan.

“Masa alasannya memenangkan PK 2 hanya karena semua putusan pengadilan, PTUN hingga PK 1 yang memenangkan Herman Djaya, yaitu saudara kandung saya sebagai pemilik yang sah, tak kunjung ditindaklanjuti oleh pihak Badan Pertanahan Nasional Jakarta Pusat untuk melakukan perubahan nama di sertifikat,” jelas Bambang Djaya.

Padahal, lanjut dia, sejak semula, pihaknya juga sudah terus-terusan meminta kepada pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk segera mengubah nama disertifikat menjadi nama Herman Djaya, sesuai dengan putusan-putusan pengadilan dan PTUN serta Kasasi maupun PK 1.

Sedangkan putusan PK 2 yang memenangkan Muhammad Azis Wellang itu, kata dia, baru terjadi pada Selasa, 27 Desember 2022 lalu, dengan Hakim yang memutus kemenangan Muhammad Azis Wellang adalah Dr H Andi Samsan Nganro, S.H., M.H., Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial sebagai Ketua Majelis, bersama Dr H Yulius, S.H., M.H., dan Dr H Haswandi, S.H., S.E., M.Hum., M.M., sebagai Hakim Anggota. Serta Michael Renaldy Zein, S.H., M.H., sebagai Panitera Pengganti, dengan tanpa dihadiri para pihak.

Mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjau Kembali, Muhammad Azis Wellang. Membatalkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2870 K/Pdt/2016 tanggal 14 Desember 2016 juncto Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 451/Pdt/2015/PT.DKI tanggal 19 Okrober 2015 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 247/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst tanggal 19 Agustus 2014 yang memenangkan Herman Djaya.

Dengan demikian, di dalam Surat Somasi yang dikirimkan oleh Muhammad Azis Wellang lewat Kantor Hukum Broer And Partners, yang beralamat di Gedung The Ceo Lantai 2, Jalan TB Simatupang, Kav 18 C, Cilandak Barat, Jakarta Selatan kepada Bambang Djaya itu, juga menegaskan bahwa semua Putusan Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), Mahkamah Agung (MA), putusan PTUN, hingga putusan Kasasi dan Putusan PK 1, yang menyatakan Herman Djaya sebagai pemilik yang sah, dinyatakan oleh Muhammad Azis Wellang adalah palsu dan ilegal.

“Putusan Pengadilan kok palsu dan ilegal dibilang? Wah, gawat sekali orang-orang ini. Semua putusan pengadilan yang kami terima itu adalah sah dan legal. Masa dituduh itu palsu dan ilegal?” terang Bambang Djaya.

Bambang Djaya juga menduga, ada dugaan kaki tangan mafia hukum yang bermain hingga ke Mahkamah Agung, sehingga dengan seenaknya saja Majelis Hakim atas nama Dr H Andi Samsan Nganro, S.H., M.H., Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial sebagai Ketua Majelis, bersama Dr H Yulius, S.H., M.H., dan Dr H Haswandi, S.H., S.E., M.Hum., M.M., sebagai Hakim Anggota. Serta Michael Renaldy Zein, S.H., M.H., sebagai Panitera Pengganti, dengan tanpa dihadiri para pihak, kok bisa memenangkan Muhammad Azis Wellang.

“Kami juga akan segera melakukan PK atas putusan PK 2 yang dilakukan Azis Wellang itu,” tegas Bambang Djaya.

Bambang Djaya menguraikan, kasus soal kepemilikan tanah seluas 465 M2 di Kebon Kosong, Jakarta Pusat itu terjadi sejak 2007 silam. Saat itu, seseorang bernama RD Arief B Herlambang alias Buce Herlambang alias Buce Perlambang, yang mengaku sebagai Muhammad Azis Wellang, menawarkan tanah itu kepada Herman Djaya.

Semua bukti-bukti jual beli, dan surat-surat serta dokumen tanah itu telah diserahkan oleh Buce Perlambang, atas suruhan Muhammad Azis Wellang. Namun, setelah jual beli itu selesai, dan setelah sah menjadi milik Herman Djaya, Muhammad Azis Wellang protes dan menguasai lahan itu secara sepihak.

“Kami sudah beli. Duit semua sudah masuk. Dokumen dan bukti-bukti pun sudah jelas. Bahkan, gugatan di Pengadilan Negeri pun kami hadapi, dan Pengadilan Negeri memutuskan bahwa tanah itu milik Herman Djaya,” ungkap Bambang Djaya.

Hingga kasus terus bergulir hingga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI Jakarta), ke Mahkamah Agung (MA), Peninjauan Kembali Pertama (PK 1), lanjut Bambang Djaya, pihak Herman Djaya dikuatkan oleh putusan-putusan Pengadilan itu sebagai Pemilik yang sah atas tanah tersebut.

Kemudian, pihak Herman Djaya juga sudah berkali-kali memohon kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia dan kepada Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Jakarta Pusat agar segera diubah nama di sertfikat tanah itu menjadi nama Herman Djaya, sesuai dengan perintah putusan-putusan pengadilan yang sudah diputuskan, dan sesuai dengan perintah dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia.

“Namun, kami selalu dipersulit, dan selalu dihalang-halangi. Bahkan oleh petugas dan pejabat di Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Jakarta Pusat juga kami dipersulit untuk memperoleh hak kami,” jelasnya.

Hingga baru-baru ini, keluar lagi putusan PK 2 atas kemenangan Muhammad Azis Wellang, sehingga merasa bahwa tanah itu masih menjadi miliknya Muhammad Azis Wellang.

“Semua rangkaian peristiwa sejak tahun 2007 lalu itu, sebetulnya sangat jelas dan terang benderang, bahwa ada praktik dugaan mafia hukum dan mafia pertanahan yang kami alami, bahkan hingga ke Mahkamah Agung. Buktinya, kok bisa keluar lagi PK 2 yang memenangkan Muhammad Azis Wellang dengan ujug-ujug begitu saja,” ujar Bambang Djaya.

Oleh karena itu, lanjut Bambang Djaya, selain akan segera melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan PK 2 yang memenangkan Muhammad Azis Wellang itu, pihaknya akan melaporkan dugaan-dugaan praktik korupsi dan praktik mafia hukum yang mereka alami ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik, Menkopolhukam Mahfud MD, dan kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
“Inilah ketidakadilan yang kami peroleh sebagai warga Negara Republik Indonesia, yang dipermain-mainkan oleh mafia hukum dan mafia tanah. Kepada siapa lagi kami mengadu? Kami akan mengadukan semua ini kepada Ketua MA, Kapolri, Jaksa Agung, KPK, DPR, Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto, dan kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo, dan kepada seluruh Rakyat Indonesia,” tutur Bambang Djaya.

“Mohon kami pencari keadilan dilindungi, dan diberikan hak-hak kami yang sudah sepantasnya menjadi hak kami,” tandasnya. (Deni)

Ikuti kami di Google News

Pos terkait