Terasmedia.co JAKARTA – Selama kepemimpinan Bupati Mahakam Ulu periode 2016-2024, Bonifasius Belawan Geh, pembangunan infrastruktur dasar seperti akses jalan atau interkoneksi antar kecamatan dan kampung dinilai jauh dari harapan masyarakat.
Hal itu disampaikan Pengamat Politik Unmul, Budiman kepada wartawan di Samarinda, Senin [21/10/2024].
Akibatnya, biaya transportasi dan harga barang pokok menjadi mahal. Pun, aktivitas ekonomi masyarakat jadi terhambat. Pemkab Mahulu sudah menarget akan merampungkan akses jalur ke wilayah tetangga pada akhir tahun 2021 untuk memperlancar interkoneksitas, namun, belum terealisasi maksimal.
“Selama 10 tahun Pak Bonifasius Belawan memimpin itu yang menjadi tantangan. Ketika interkoneksitas antar kampujng dan kecamatan terwujud, maka berimplikasi pada tingkat kesejahteraan masyarakat pun membaik. Ini yang sangat penting menurut saya,” terang Budiman.
Budiman mengatakan masalah ini tentu jadi pekerjaan rumah bagi calon bupati selanjutnya. Ada tiga calon bupati yang bakal berlaga di Pilkada 2024. Mereka harus memikirkan itu dengan cara perjuangan ke pemerintah provinsi maupun pusat, agar jalur darat itu bisa terkoneksi hingga ke Mahulu.
“Ini soal akses transportasi yang menjadi tantangan ke depan bagaimana orang bisa datang ke Mahulu dengan mudah, terutama yang mau jadi guru, perawat, pun orang yang sekolah di luar bisa kembali mengabdi di sana,” ungkapnya.
Bonifasius Belawan Geh kini mendorong anaknya Owena Mayang Shari Belawan jadi calon Bupati Mahulu berpasangan dengan Stanislaus Liah.
Keduanya bakal tertarung dengan dua paslon lain yakni Novita Bulan-Artya Fathra Marthin, Yohanes Avun-Y Juan Jenau. Sebelumnya, Owena juga tercatat sebagai anggota DPRD Mahulu terpilih periode 2024-2029.
Dukungan Bonifasius Belawan membuat isu politik dinasti kerap dihembuskan. Menurut Budiman, di era demokrasi saat ini tidak lagi yang nama politik dinasti. Karena setiap orang punya hak memilih dan dipilih.
“Saya tidak membahasakan politik dinasti. Tapi dari bapak ke anak, itu bisa berimplikasi negatif jika konsep keberlanjutkan [pembangunan] itu tidak dilakukan. Karena kebanyakan pembangunan di Indonesia, terhenti karena ganti pemimpin, jadi kita perlu melihat konteks pada sebuah daerah tersebut,” tegas Budiman.
Ada pun yang berbahaya dari diksi dinasti politik bisa berimplikasi pada calon yang meneruskan kepemimpinan dari keluarga tetap mempertahankan tradisi buruk sebelumnya.
Pengamat Hukum Unmul, Herdiansyah Hamzah dalam bukunya berjudul Korupsi dan Dinasti Politik di Kaltim menjelaskan setidaknya 2 poin sebagai faktor penyebab dan bahaya dari dinasti politik.
Faktor penyebab dinasti karena kelembagaan partai politik yang tidak demokratis, minimnya partai politik membangun kemandirian uang lembaga, lemahnya kesadaran politik serta masih kuatnya budaya feodal.
Sementara, efek dari dinasti politik memiliki korelasi yang korup. Namun demikian, tidak serta merta dinasti politik menciptakan perilaku korupsi.
Karena dinasti politik condong deskruktif untuk menciptakan ketimpangan tajam serta melapangkan jalannya tindak pidana korupsi.
“Setiap calon yang muncul sudah melalui proses politik dalam alam demokrasi. Tergantung masyarakat saja nanti, memilih atau tidak,” tambah Budiman. [*]