Oleh Dicky Syambara, SH.
Terasmedia.co Jakarta – Ribut-ribut setelah putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau (MKMK) Nomor 02/MKMK/L/11/2023 menyatakan Anwar Usman bersalah karena kekerabatan dalam memutuskan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, dimana MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi “Persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah: q. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Yang jelas menguntungkan Keponakan Anwar Usman Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto.
Dengan dilanggarnya hal tersebut maka ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia nomor 48 Tahun 2009 khususnya pasal 17 final telah dilanggar. Karena UUD RI 1945 Amandemen Pasal 24 Bab IX Kekuasaan Kehakiman padan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Amandemen menjelaskan bahwa:
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan militer, linkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh Sebuah Mahkamah Konstitusi.
(3). Badan-badan lainyang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang undang.
Dan dalam konsideran Undang undang nomor 48 tahun 2009 jelas tersebut jelas berbunyi menimbang a.bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
Pada Bab II Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman jelas menyebutkan Hakim Konstitusi juga bagian dari undang undang kekuasaan kehakiman maka ketentuan pasal 17 Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 otomatis berlaku yaitu
(1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya.
(2) Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya.
(3). Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.
(4). Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat.
(5). Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
(6) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda.
Hal ini dikuatkan pada pasal 18 dan 19 Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tersebut yaitu
Pasal 18
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Pasal 19
Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.
Maka jelas dengan uraian diatas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang kehakiman khususnya pasal 17 berlaku dalam kasus putusan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, sesuai pasal 17 khususnya ayat (4), (5), (6), dan (7) maka putusan tersebut dianggap tidak sah dan wajib diperiksa kembali. Maka setelah MKMK menyatakan Anwar usman bersalah maka putusan yang dilahirkan tersebut otomati tidak sah dan wajib diperiksa kembali oleh Mahkamah Konstitusi.