Respon Kajati Bengkulu Soal Konflik Agraria Antara Korporasi dan Masyarakat Mukomuko

Respon Kajati Bengkulu Soal Konflik Agraria Antara Korporasi dan Masyarakat Mukomuko I Teras Media
Keterangan foto : Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bengkulu, Dr Heri Jerman, Senin (31/7/2023)

Terasmedia.co Bengkulu – Beredar tentang adanya anatomi konflik agraria antara perusahaan perkebunan PT Faria Dharma Pratama (DDP) dengan kelompok tani Mukomuko. Hal tersebut mendapat responnserius dari Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bengkulu, Dr Heri Jerman.

“Saya masih lakukan Puldata untuk mengetahui duduk persoalan dan permasalahan,” ucap Kajati Bengkulu, Dr Heri Jerman lewat pesan WhatsAapnya, Senin (31/7/2023)

Sebelumnya diberitakan, Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kejaksaan Tinggi Provinsi Bengkulu untuk mempelajari secara utuh anatomi konflik agraria antara perusahaan perkebunan PT Daria Dharma Pratama (DDP) saat ini.

Bacaan Lainnya

“Kami mendorong agar penyelesaian konflik agraria antara korporasi dan masyarakat harus diselesaikan secara win win solution dengan pendekatan persuasif. Dalam konteks ini, pengetahuan dan pemahaman yang utuh terkait sejarah dan anatomi konflik agraria harus dikaji secara mendalam oleh pemerintah khususnya penegak hukum”, ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Sabtu (29/07).

Menurutnya, masyarakat kelompok tani Maju Bersama Kabupaten Mukomuko memiliki alasan hukum yang tidak bisa diabaikan oleh penegak hukum. Masyarakat dan Ulayat tentu memiliki pengetahuan yang lebih utuh terkait hak dan penguasaan atas tanah yang ada di lingkungannya.

“Kami tidak ingin menyalahkan pihak manapun, tapi Konflik agraria yang terjadi di banyak daerah menjadi bukti kegagalan negara dalam mewujudkan keadilan agraria antara korporasi dan masyarakat. Reformasi agraria belum mampu menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat adat”, tegasnya.

Pengembangan investasi di sektor kata Sultan, adalah kepentingan nasional yang penting untuk didukung oleh semua pihak. Namun, Kesenjangan penguasaan lahan antara korporasi dan masyarakat petani menjadi pokok persoalan konflik yang harus dijadikan perhatian serius pemerintah.

“Pemerintah daerah juga perlu mengambil peran sebagai mediator bagi kedua belah pihak yang berkonflik. Konflik agraria tidak boleh dibiarkan terjadi berkepanjangan dan mengganggu aktivitas bisnis dan ekonomi daerah”, tutupnya.

Ikuti kami di Google News