SAATNYA HUKUM TAJAM KEPADA MAFIA HUKUM SEBAGAI IBU KEJAHATAN

SAATNYA HUKUM TAJAM KEPADA MAFIA HUKUM SEBAGAI IBU KEJAHATAN I Teras Media

Terasmedia.co SAMARINDA – Delapan oknum hakim, dua oknum jaksa dan seorang oknum penyidik polisi dilaporkan 2 warga ke Polresta Samarinda, namun tak kunjung diproses polisi. Para terlapor belum diperiksa polisi sejak laporan masuk, November 2022.

Kedua pelapor yakni Hanry Sulistio dan Abdul Rahim mengaku kecewa lantaran sudah tiga bulan polisi bergerak lambat memeriksa terlapor.

“Sebenarnya masih banyak yang akan kami laporkan, namun baru 8 oknum hakim, 2 oknum jaksa dan 1 oknum polisi,” ungkap Hanry kepada media ini, Selasa (14/2/2023).

Bacaan Lainnya

Hanry menjelaskan, laporan para oknum hakim, oknum jaksa dan oknum polisi karena menuding melanggar Pasal 263 KHUP yakni memalsukan dan menggunaan alat bukti palsu saat menangani beberapa perkara yang bergulir di PN Samarinda.

Baca juga : LANJUT TERUS…!MAKI Laporkan Dugaan Mafia Tambang di Sulsel ke Kapolri dan Propam

Atas dasar tuduhan itu, Rahim dan Hanry merasa dirugikan karena menjadi para pihak dalam perkara tersebut. Keduanya lalu melapor polisi.

Laporan dua warga ini teregistrasi di Polresta Samarinda dengan dua nomor laporan polisi yakni STTLP/B/460/XI/2022/Spkt.Reskrim/Polresta Samarinda/Polda Kaltim dan STTLP/A/449/XI/2022/Spkt.Reskrim/Polresta Samarinda/Polda Kaltim tertanggal 7 dan 10 November 2022.

Hanry menjelaskan, laporan terhadap Mafia Hukum yakni Oknum hakim, oknum Jaksa dan Oknum Polri yang notabene adalah memangku jabatan publik dan pegawai sipil negara yang telah melakukan tindakan kriminal berupa pemalsuan, rekayasa alat bukti, dusta dan lainnya guna memenjarakan orang tak bersalah untuk merampok hak milik orang lain.

“Nah laporan yang seperti ini kok malah tidak diutamakan polisi??? Padahal sudah jelas dalam pasal 108 ayat 1 , 2 dan 3 KUHAP yang berbunyi wajib loh. Ini pejahat yang extraodinary karena mereka bertopeng penegak hukum setiap saat bersentuhan dengan masyarakat kok prosesnya justru lambat ??? Yang benar aja donk kalau berstatment didengar dan disaksikan masyarakat jadi nggak elok lah,” terang dia.

“Apalagi terlapor ini diistimewakan seakan-akan mereka berbeda dengan pencuri ayam yang kejahatannya untuk perut anak istri, ini akan membuat geram dan mengesankan diskriminasi hukum dimana diskriminasi hukum artinya mengkhianati Konstitusi dan melukai para pencari keadilan dan masyarakat luas , ini ancaman serius jika dibiarkan, bisa berbahaya terhadap ketertiban di negeri ini !!! Semoga paham dampaknya terhadap sosiologi dan spikis rakyat,” tambah dia.

Hanry menjelaskan, rakyat sudah cerdas dan semakin cerdas rakyat jika masih dianggap goblok maka murkanya bisa makin parah. Praktek-praktek diskriminasi begini sudah tidak boleh lagi di bumi NKRI karena sudah update pemikiran rakyat.

“Tolong yang haluslah pakai intelektual yang sepadan jangan kelewat kasar modusnya, kita ini udah era reformasi dan menuju Indonesia hebat dan maju sesuai pesan Presiden kita Bapak Jokowi , jagan sampai presidennya bercita-cita Indonesia maju tetapi penegak hukumnya mempraktekan modus negara terbelakang, kapan majunya negeri ini ?,” tanya Hanry.

Hanry mengatakan, pihaknya tidak akan segan-segan jika ada temuan, mereka akan membawa setiap individu atau pribadi yang jadi pengkhianat tugas negara ke ranah hukum. Tidak peduli mau jabatannya apa, cukup kita pegang dua alat bukti sesuai unsur yang diatur maka akan kami soal orang tersebut secara pribadi bahkan kita pastikan karirnya tamat sebagaimana dia menyusahkan rakyat.

Terpisah, Abdul Rahim, SH selaku pelapor delapan oknum hakim di yurisdiksi Pengadilan Negeri Samarinda, di Polresta Samarinda, meminta kepada lembaga kepolisian untuk bekerja objektif dan menjadikan atensi laporan masyarakat sebagai prioritas karena yang melaporkan oknum-oknum itu bukan hanya satu org yang di rugikan dan sangat membahayakan ketika masih berkeliaran kapan saja bisa memangsa korban-korban lainnya.

“Sebagai pengiat pemerhati hukum, tentunya memiliki rasa kekecewaan apabila laporan masyarakat itu lambat di tangani yang jelas-jelas menjadi atensi karna pelaku kriminal itu mengerti hukum dan penegak hukum pula, tetapi perbuatan oknum itu sangat tercela dan melawan hukum maka dari itu kita laporkan dan potensi merugikan secara materil maupun immateril akan semakin besar apabila lambat di kurung,” ungkap Rahim.

“Saya advokat di sumpah jabatan untuk menegakan hukum dan memberikan pemahaman hukum, dan pasal 263 jo 264 itu bukanlah delik aduan melainkan pidana murni, jadi saya perintahkan segera tangkap dan pidanakan para oknum terlapor tersebut. Membongkar modus operandi mafia hukum ini bagian dari pengabdian dan proses saya selama di menimba ilmu di universitas fakultas hukum, pesan dosen saya harus menegakan hukum dan melawan segala bentuk pembodohan dan pengzholiman,”sambung dia.

HAK JAWAB POLISI

Kanit Eksus, Satreskrim Polresta Samarinda, Iptu Elnath Gemilang memastikan laporan masyarakat ke delapan oknum hakim, dua oknum jaksa dan oknum penyidik polisi hingga saat ini masih berjalan.

Dia meminta para pelapor bersabar menunggu hasil penyelidikan. Sebab, pemeriksaan butuh waktu, dilakukan secara bergantian antara para pelapor dan terlapor.

Saat ini penyidik masih periksa saksi pelapor. Setelah selesai baru dilanjutkan ke terlapor.

“Sudah beberapa saksi (pelapor) kami periksa. SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) juga sudah dikirim ke pelapor. Di situ ada daftar-daftar nama saksi yang bakal kami periksa. Tinggal kami jadwalkan waktunya,” kata Elnath seperti dikutip Kompas.com.

Melalui SP2HP tanggal 19 Desember 2022 yang diterima Hanry Sulistio, tim penyelidik yang dipimpin Elnath melaporkan perkembangan kasus bahwa, sudah dilakukan pemeriksaan saksi pelapor atas nama Hanry Sulistio serta berencana memanggail empat daftar saksi pelapor. Nama-nama saksi disertakan dalam surat tersebut.

Para saksi itu, disebut mengetahui dan mengikuti proses persidangan beberapa perkara di Pengadilan Negeri Samarinda, yang belakangan perkara-perkara tersebut dituding Rahim dan Hanry dipalsukan para oknum hakim, sehingga keduanya dirugikan saat vonis.

Elnath menjelaskan pihaknya bakal memeriksa para terlapor yakni oknum hakim dan jaksa, setelah proses pemeriksaan saksi pelapor selesai.

“Memang kami belum periksa para terlapor (8 oknum hakim dan 2 oknum jaksa dan polisi). Tapi tetap akan diperiksa karenakan masih berjalan pemeriksaan,” ucap dia.

“Setelah pemeriksaan baru kita gelar baik di tingkat Polres sampai Polda, untuk menentukan kelanjutan kasusnya,” sambung dia.

Elnath membantah penanganan kasus ini dibilang lamban. Dia berdalih banyak kasus lain yang juga mereka tangani sehingga dia berharap masyarakat bisa bersabar menunggu hasil penyelidikan.

HAKIM BANTAH TUDUHAN

Hakim Rakhmad Dwi Nanto, merupakan salah satu di antara tujuh rekan seprofesi yang dituduh memalsukan perkara. Jubir PN Samarinda ini membantah semua tuduhan Rahim dan Hanry. Baginya, itu semua tidak berdasar.

“Semua tuduhan itu tidak berdasar dan tidak pantas disampaikan karena belum ada putusan berkekuatan hukum tetap,” kata dia dikutip dari pemberitaan Kompas.com

Kata Rakhmad, beberapa hakim yang dilaporkan itu, bahkan baru bertugas di PN Samarinda dan tidak tahu menahu awal mula perkara yang dituduhkan. Namun tiba-tiba dituding memalsukan karena memegang perkara tersebut.

“Bagaimana mungkin kami disebut perampok, langgar hukum, pemalsu dan lain-lain,” tegas dia.

Meski begitu, Rakhmad menyebutkan laporan dirinya dan sejumlah rekannya ke polisi, merupakan hak setiap warga negara bersamaan kedudukan dalam hukum.

“Ya silahkan saja dia mau melapor kemana pun enggak masalah, itu hak dia,” kata dia.

Tetapi dia mengingatkan, bahwa laporan yang diadukan ke polisi itu bersifat delik aduan. Untuk itu, perlu penyelidikan untuk menentukan kasus tersebut lanjutkan atau tidak.

Rakhmad meminta jika ada pihak yang keberatan atas putusan Pengadilan Negeri Samarinda, harusnya melakukan banding ke Pengadilan Tinggi. Begitu seterusnya hingga MA.

Namun, jika ada perilaku hakim yang diduga melanggar kode etik, maka saluran pengaduannya ke Komisi Yudisial. (Nanang)

Ikuti kami di Google News