Terasmedia.co JAKARTA – Pakar hukum ungkap perbedaan pendapat dalam menyikapi ekspose pidana dan isu hubungan disharmonisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pancasila Prof. Agus Surono mengatakan perbedaan pandangan atau pendapat merupakan sesuatu yang wajar dan menjadi dinamika prosesual dalam mengambil suatu keputusan.
“Tidak bisa diartikan sebagai subyektifitas keputusan pimpinan,” kata Prof. Agus Surono kepada wartawan, Minggu (19/2/2023).
Baca juga : Inisial O dari Tanjab Barat Menggema di Halaman Gedung KPK RI, Siapakah Dia?
Agus Surono juga menegaskan bahwa isu hubungan kurang harmonis Pimpinan KPK, tampaknya soal mispersepsi mengenai pro-kontra keputusan kasus Formula E.
Perbedaan pendapat diantara pimpinan maupun pejabat struktural penindakan tidak berarti sebagai stigma figur kelembagaan Pimpinan KPK, tetapi sebagai karakter pengajuan ciri demokratis kelembagaan.
Lagipula, menurut Agus, perbedaan pendapat itu sudah menjadi karekter demokratis kelembagaan seperti KPK, jadi tidak perlu menjadi polemik. Pimpinan KPK memberikan pendapat dalam suatu ekspose perkara justru suatu keharusan untuk mempertegas kepastian hukumnya.
“Dan tentunya tidak bisa dipersepsikan sebagai suatu pemaksaan. Pendapat Pimpinan yang kolektif kolegial dalam suatu ekspose kan, justru demokratis dan sudah terjadi sejak era berdirinya KPK,” ujarnya.
Sementara, Guru Besar Ilmu Hukum Univesitas Indonesia Prof. Indriyanto Seno Adji mengatakan tidak ada yang keliru terhadap dinamisasi prosesual dalam mengambil suatu keputusan.
Termasuk dalam mengambil keputusan suatu ekspose perkara diantara Pimpinan KPK maupun Pimpinan dengan pejabat struktural penindakan.
“Perbedaan pendapat hal yang lumrah, wajar, netral dan ciri demokratis kelembagaan yang menjadi karakter KPK. Final Decision Pimpinan-lah yang menentukan kelanjutan tidaknya proses suatu perkara dan ini yang harus menjadi acuan semua insan kelembagaan yang terlibat dalam prosesual tersebut,” kata Indriyanto Seno Adji.
Ia melanjutkan dinamisasi perbedaan pendapat adalah demokratis yang wajar, dan terpenting keputusan final berada pada tangan pimpinan. Keputusan dan atau kebijakan Pimpinan, baik itu wetmatigheid maupun yang doelmatigheid harus tetap dijalankan bagi kepentingan integritas marwah kelembagaan yg independen seperti KPK.
“Hal ini juga terjadi saat era saya sebagai salah satu Pimpinan KPK saat lalu, dan tidak masalah. Berjalan biasa saja,” pungkasnya.
Mengenai hubungan yang kurang harmonis diantara Pimpinan KPK, Seno Adji berpendapat bahwa dewan pengawas (Dewas) telah memberikan masukan terkait dukungan penguatan kolektif kolegial sebagai titik temu yang positif bagi Pimpinan KPK.
“Saya lihat ini sudah dijalankan secara well implementated kok. Jadi sama sekali tidak ada masalah. KPK kan lembaga yang selalu menjadi sorotan publik, sehingga bayangan jejaknya KPK saja bisa menjadi isu polemik publik,” paparnya.
Sebagai salah satu Dewas KPK, Seno Adji bersyukur bahwa Pimpinan KPK mendukung masukan secara bijak dari pihaknya tentang penguatan kolektif kolegial kelembagan Pimpinan KPK.
“Penguatan kolektif kolegial adalah basis integritas kelembagaan seperti KPK yang independen dalam rangka penegakan hukum ini,” ujarnya. (Ren)