SIKAT HABIS, Kejagung Ringkus 3 Eks Dirut dan 2 Tersangka Pabrik Krakatau Steel

SIKAT HABIS...!Kejagung Ringkus 3 Eks Dirut dan 2 Tersangka Pabrik Krakatau Steel

Terakhir tersangka HW alias RH selaku Project Manager PT Krakatau Engineering periode 2013–2016 ditahan di Rutan Kelas 1 Jakarta Pusat Salemba selama 20 hari berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-29/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 18 Juli 2022.

Sebelum dilakukan penahanan, kelima orang tersangka tersebut telah menjalani pemeriksaan kesehatan dan swab antigen dengan hasil dinyatakan sehat serta negatif Covid-19.

Bacaan Lainnya

Adapun kasus posisi dugaan korupsi proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011, yakni pada tahun 2011–2019 PT Krakatau Steel (Persero) melakukan pengadaan pembangunan Pabrik Blast Furnace Complex.

Blast Furnace Complex adalah pabrik yang melakukan proses produksi besi cair (hot metal) dengan menggunakan bahan bakar batubara (kokas) dengan tujuan untuk memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah karena dengan menggunakan bahan bakar gas, maka biaya produksi lebih mahal.

Selanjutnya, direksi PT Krakatau Steel (Persero) tahun 2007 menyetujui pengadaan pembangunan pabrik BFC dengan bahan bakar batubara dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun hot metal.

Ternyata, nilai kontrak pembangunan Pabrik Blast Furnace PT KS dengan sistem turnkey (terima jadi) sesuai dengan kontrak awal Rp4,7 triliun hingga addendum ke-4 membengkak menjadi Rp6,9 triliun. Adapun kontraktor pemenang dan pelaksananya yaitu MCC CERI konsorsium dengan PT Krakatau Engineering.

Bahwa dalam pelaksanaan perencanaan, tender atau lelang, kontrak, dan pelaksanaan pembangunan, telah terjadi penyimpangan. Hasil pekerjaan BFC saat ini mangkrak karena tidak layak dan tidak dapat dimanfaatkan dan terdapat pekerjaan yang belum selesai dikerjakan. Akibatnya, diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar nilai kontrak Rp6,9 triliun.

Atas perbuatan tersebut Kejagung menyangka mereka melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Ikuti kami di Google News