Temuan Ombudsman RI Terkait Kereta Cepat Jakarta Bandung, Tol Cipali dan Pengelolaan PLTSa di Sejumlah Daerah

Temuan Ombudsman RI Terkait Kereta Cepat Jakarta Bandung, Tol Cipali dan Pengelolaan PLTSa di Sejumlah Daerah
Keterangan foto : Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto menyampaikan temuan dalam tinjauan lapangan pada operasional Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh, Minggu (30/12/2023)

Terasmedia.co JAKARTA- Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto menyampaikan temuan dalam tinjauan lapangan pada operasional Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh, Tol Cikopo-Palimanan (Cipali), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Jakarta, Solo, Bantargebang Bekasi dan Surabaya yang dilaksanakan pada kurun waktu Desember 2023.

”Dari tinjauan lapangan Ombudsman pada operasional Kareta Cepat Jakarta Bandung ditemukan beberapa kendala seperti sempat padamnya listrik PLN KCJB, terlambatnya kereta feeder, sistem refund belum optimal, terjadi susah sinyal di sejumlah titik perjalanan,” terang Hery dalam Konferensi Pers, Jumat (29/12/2023) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.

Perihal padamnya listrik PLN KCJB pada 31 Oktober 2023, berdasarkan keterangan PT KCIC sebagai operator KCJB/Whoosh, Ombudsman menemukan bahwa pasokan suplai listrik hanya berasal dari satu transmisi yang sama sehingga menyebabkan pemadaman saat ada gangguan di jalur utama. Sedangkan telah ada kesepakatan bahwa PT PLN akan menyuplai listrik secara premium dengan dua transmisi yang berbeda.

Bacaan Lainnya

Kemudian terkait permasalahan keterlambatan kedatangan kereta feeder, Ombudsman menemukan bahwa terjadi kekurangan kapasitas tempat duduk. Dimana kapasitas kereta feeder hanya maksimal mengangkut 200 orang penumpang yang bisa duduk, sementara jumlah penumpang kereta cepat bisa sampai 600 penumpang jika terisi penuh. Kereta feeder merupakan layanan integrasi antarmoda berbasis kereta api yang menghubungkan Stasiun Bandung dengan Stasiun Kereta Cepat Padalarang

Dari hasil kajian, Ombudsman memberikan beberapa saran yakni meminta PT PLN untuk memenuhi komitmen kepada PT KCIC untuk menyuplai pasokan listrik secara premium sehingga dapat mendukung penyelenggaraan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Selanjutnya, Ombudsman meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika mendorong para operator telekomunikasi untuk memperkuat jaringan sinyal di wilayah hutan industri Karawang.

Ombudsman juga melakukan tinjauan lapangan pada layanan Tol Cipali. Berdasarkan dashboard pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Badan Pengatur Jalan Tol (SPM BPJT), tingkat pemenuhan SPM Tol Cipali mencapai 100%. ”Namun Tim Ombudsman masih menemukan ruas titik jalan yang mengalami kerusakan di Tol Cipali di antaranya di ruas jalan KM 89, 90, 93, 94, 97, 98, 102 dan 107 arah Palimanan,” sebut Hery.

Hal lainnya yang menjadi temuan tim Ombudsman yakni toilet disabilitas yang terkunci, tulisan nomor pengaduan dalam banner bebas parkir yang hilang, kondisi pintu toilet yang rusak, ruang ibu menyusui dan ruang kesehatan yang tidak layak.

”Ombudsman mendorong agar pihak pengelola Tol Cipali terus melakukan inovasi dan perbaikan dari semua aspek untuk menurunkan angka kecelakaan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berkendara yang baik. Selain itu juga meningkatkan pelayanan dan kenyamanan pada rest area khususnya pada ruang ibu menyusui, toilet umum, toilet disabilitas dan kondisi ruang kesehatan serta ketersediaan obat-obatan,” jelas Hery.

Pada tinjauan lapangan Ombudsman di PLTSa Sunter Jakarta, Hery menjelaskan proyek PLTSa Sunter saat ini tidak beroperasi dikarenakan terkendala biaya dan nilai investasi yang tinggi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengalokasikan anggaran setidaknya Rp 476 miliar per tahun untuk tipping fee. Selain itu, terdapat perubahan kebijakan dalam fokus kebijakan terkait dengan teknis pengelolaan sampah di DKI Jakarta yang didasarkan atas kondisi wilayah dan kemampuan daerah.

Sementara itu pada PLTSa di Solo, Ombudsman menemukan tantangan bahwa tujuh tahun mendatang kemungkinan stok sampah di Solo akan menipis sehingga perlu bekerja sama dengan daerah di sekitarnya untuk menyuplai bahan baku sampah.

Sedangkan pada PLTSa Bantargebang Bekasi saat ini dapat memproduksi listrik yang sebesar 750 kwh. Jangkauan penyaluran listrik yang dihasilkan PLTSa Bantargebang saat ini hanya untuk keperluan di lingkungan PLTSa. Bahkan hasil produksi tersebut belum memenuhi kebutuhan listrik sehingga masih menggunakan listrik dari PLN.

Terkait pengelolaan PLTSa, Ombudsman memberikan saran yakni meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong kerjasama BUMN-BUMD dalam pengelolaan sampah. Selanjutnya, meminta Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan percepatan pembangunan PLTSa di 12 daerah yang telah ditunjuk dalam Perpres 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Kemudian meminta pemerintah untuk melakukan pemantauan secara berkala untuk memastikan buangan emisi tidak melebihi ambang baku mutu serta memastikan operator mematuhi kaidah pengelolaan limbah.

Ikuti kami di Google News

Pos terkait