Terasmedia.co Jakarta – Advokat-Advokat TIM PEMBELA DEMOKRASI INDONESIA (TPDI) dan PERGERAKAN ADVOKAT NUSANTARA (PEREKAT NUSANTARA), yang terdiri dari (Petrus Selestinus, Erick S. Paat, Robert B. Keytimu, P. Jemmy S. Mokolensang dan Ricky D. Moningka), hari ini Selasa, 27/3/2024, diterima oleh Mk melalui Sdr. Budi Wijayanto, PLT. Kepala Biro Kehumasan MK guna menyampaikan Pernyataan Keprihatinan, Dukungan dan Kawal atas Proses Persidangan Sengketa Perselisihan Suara Hasil Pilpres 2024.
Pernyataan Keprihatinan, Dukungan dan Kawal terhadap 8 (delapan) Hakim Konstitusi (HK), yang akan menyidangkan sengketa Perselisihan Hasil Pilpres 2024, didasarkan pada realitas di mana MK berada dalam posisi tidak merdeka akibat Nepotisme Jokowi, berikut 8 Hakim Konstitusi yang akan menyidangkan sengketa Pilpres 2024 berada dalam konflik sengketa antara Hakim Konstitusi Anwar Usman melawan Ketua MK Suhartoyo di PTUN Jakarta.
Padahal MK merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna “menegakan Hukum” dan “Keadilan”. (pasal 24 UUD 1945), mestinya tidak boleh diintervensi oleh siapapun dan dalam bentuk apapun juga, namun kenyataan saat ini, di MK masih ada tangan kerabat dekat (Ipar) Presiden Jokowi dan (Paman) Gibran Rakabuming Raka, Cawapres 2024, yaitu Hakim Konstitusi Anwar Usman.
Sementara Nepotisme itu sendiri seharusnya disadari betul oleh seluruh Hakim Konstitusi sebagai suatu perbuatan yang harus dihindari oleh setiap Penyelenggara Negara sesuai TAP MPR No.XI/MPR/ 1998 bahkan dilarang dan diancam dengan pidana penjara oleh UU No.28 Tahun 1999, yang dilanggar secara kasat mata oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan telah merusak marwah MK sebagai lembaga Peradilan yang merdeka.
Tidak adanya jaminan atas prinsip kebebasan Hakim dalam diri 8 (delapan) Hakim Konstitusi yang akan menyidangkan perkara Persisihan Hasil Pilpres 2024, karena secara defacto, selain 8(delapan) HK telah tersandera oleh Putusannya sendiri yaitu Putusan MK No.90/ PUU-XXI/ 2023, tanggal 16 Oktober 2923, juga saat ini ke 8 (delapan) HK tersandera oleh Gugatan Anwar Usman dengan menggunakan Kekuasaan Mahkamah Agung lewat Gugatan di PTUN Jakarta guna mendapatkan kembali jabatan Ketua MK yang sudah dipecat oleh putusan MKMK.
Dengan posisi tersandera oleh Dinasti Politik dan Nepotisme serta terjebak dalam konflik internal berupa gugatan Anwar Usman kepada Ketua MK Suhartoyo untuk merebut kembali jabatan Ketua MK, maka hal ini membuat integritas dan kenegarawanan Hakim Konstitusi yang bakal menyidangkan perkara Hasil Pilpres dipertanyakan publik serendah itukah kadarnya.
Prinsip kedaulatan rakyat dan demokrasi lewat Pemilu 2024, telah dirusak oleh MK melalui Putusan No.90/PUU-XXI /2023, tanggal 16 Oktober 2023, karena itu diperlukan dukungan publik untuk memulihkan kebebasan 8 (delapan) Hakim Konstitusi dalam memutus sengketa Pilpres 2024.
Pada saat ini, 8 (delapan) HK berada di bawah bayang-bayang monster “Dinasti Politik” dan “Nepotisme” Jokowi yang masih bercokol di MK dan membuat MK tersandera, karena berada dalam status sebagai Tergugat di PTUN Jakarta dan membuat MK belum bisa bebas dari trauma skandal conflict of interest dalam Putusan No.90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023.
Oleh karena itu, TPDI dan PEREKAT NUSANTARA, merasa perlu memberikan dukungan kepada dan mengawal 8 (delapan) Hakim Konstitusi dalam melaksanakan tugas dan fungsi MK, sebagai Pengawal Konstitusi dan juga sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna “menegakan hukum” dan “keadilan” dalam Perkara Perselisihan Hasil Pilpres 2024.
Perlunya dukungan moril terhadap 8 (delapan) Hakim Konstitusi oleh karena Pemilu sebagai “sarana” Kedaulatan Rakyat sedang dipertaruhkan melalui sengketa Pilpres di MK, sehingga dengan demikian fungsi Pemilu sebagai sarana Kedaulatan Rakayat telah bergeser ke MK, sementara MK sendiri hingga sekarang belum bisa melepaskan diri dari Nepotisme Jokowi, karena di MK ada Ipar Jokowi dan Paman Gibran Rakabuming Raka, yaitu Hakim Konstitusi Anwar Usman.
Posisi MK, dalam keadaan tidak merdeka, karena ada faktor Anwar Usman dan faktor keterikatan Hakim Konstitusi pada Putusan No.90/PUU-XXI/ 2023, tanggal 16 Oktober 2023, sehingga 8 (delapan) Hakim Konstitusi berada dalam keadaan terbelenggu nalar, sehingga ancaman terhadap kemandirian dan kebebasan hakim dalam memutus sengketa Pilpres tetap ada.
Masyarakat perlu mengawal dan menjaga 8 (delapan) Hakim Konstitusi, agar jangan main-main dengan “Kedaulatan Rakyat” yang disalurkan lewat Pemilu pada setiap 5 (lima) tahun sekali. MK tidak boleh hanya sekedar mengambil alih peran Pemilu sebagai sarana Kedaulatan Rayat, terlebih-lebih karena saat ini MK berada dalam cengkraman Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi.
MK harus menjadikan pemeriksaan terhadap sengketa Pilpres 2024, sebagai momentum untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada Pemilu, karena legitimasi kepemimpinan nasional lelwat Pemilu yang Luber dan Jurdil, adalah amanat UUD 1945 yang harus dilaksanakan.
Okeh karena posisi MK telah dirusak oleh Nepotisme Jokowi, sebagaimana terbukti lewat putusan MK No. : 90/PUU-XXI/ 2023 dan Putusan MKMK No.2/ MKMK/L/ARLTP/10/2023, tanggal 7 Oktober 2023, namun Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Anwar Usman masih tetap ada, termasuk dengan adanya gugatan Anwar Usman kepada Ketua MK dan 8 (delapan) HK di PTUN Jakarta.
Rakyat Indonesia dan 8 (delapan) Hakim Konstitusi yang ada saat ini, masih dilanda perasaan traumatis karena Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi masih ada di MK, Posisi MK dan 8 (delalan), Hakim Konstitusi saat ini tersandera sebagai Tergugat di PTUN Jakarta, akibat ganasnya Dinasti Politik dan Nepotisme Jokowi.