Terasmedia.co Bekasi – Satu hari jelang masa tenang, pasangan nomor urut 3, Tri Adhianto- Haris Bobihoe masih unggul dengan 49,7% dibanding dua Paslon lainnya, Heri Koswara – Sholihin (39,2%) dan Uu Saeful Mikdar – Nurul Sumarheni (3,0%). Masih ada swing voter sebesar 8,1%.
Demikian temuan hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA tentang preferensi pemilih terhadap tiga pasang calon yang bertarung di Pilkada Kota Bekasi, 27 November mendatang. Hasil survei disampaikan Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah kepada pers di Jakarta, Sabtu (23/11/2024.
Survei dilakukan dari tanggal 11- 16 November 2024. Menggunakan metodologi standar Multistage Random Sampling melalui wawancara tatap muka kepada 600 responden secara acak dan proporsional dengan margin of error 4,1%.
Menurut Toto, jika merujuk pada data terbaru LSI Denny JA, potensi dan peluang untuk menang lebih besar dan terbuka buat Paslon Tri Adhianto-Haris Bobihoe yang secara elektabilitas sudah mengungguli dua paslon lainnya.
Apalagi, kata Toto, Paslon yang diusung partai terbanyak itu sudah mengantongi modal pemilih militan (strong supporter) yang cukup tinggi, 33,5%. Sementara, Heri Koswara – Sholihin 24,5% dan Uu Saeful Mikdar – Nurul Sumarheni 1,0%.
Meskipun, lanjut Toto, seluruh calon, khususnya Paslon nomor urut 3, harus waspada karena masih ada pemilih yang berkategori soft supporter sebesar 41,0%. Yaitu, pemilih cair yang merupakan gabungan dari pemilih yang sudah menentukan pilihannya tapi bisa berubah, dengan mereka yang belum punya piihan sama sekali.
“Ini angka yang masih cukup besar. Dan saya sering menyebutnya sebagai lahan tak bertuan. Yaitu pemilih yang masih bisa diperebutkan oleh paslon siapa saja. Meskipun, untuk merebut suara sebesar itu tidak mudah dalam waktu yang hanya tinggal beberapa hari jelang tanggal pemilihan 27 November mendatang,” katanya.
Beberapa keunggulan Tri dibanding kandidat lain, menurut Toto, adalah tingkat pengenalan dan kesukaan yang sudah relatif unggul. Meskipun pengenalannya belum di angka ideal, yaitu masih 85,8%, tapi masih lebih diunggul dibanding Heri Koswara yang 79,8% dan UU Saeful Mikdar yang 35.7%.
“Padahal, pengenalan dan kesukaan itu sudah menjadi hukum besi seluruh calon yang mau menang. Terutama, calon yang tingkat pengenalannya berbanding lurus dengan tingkat kesukaan. Yang bahaya dan berat itu, kalau pengenalan tinggi tapi kesukaan rendah,” jelasnya.
Menanggapi pertanyaan soal potensi kemungkinan peta elektabilitas para Paslon ini berubah, Toto mengatakan, hal itu bisa saja terjadi. Meskipun, dari pengalamannya selama ini, perubahan itu terjadi jika ada tsunami politik dan money politic yang massif.
“Jujur saya belum melihat ada dua tanda itu, baik bahan terjadinya tsunami politic maupun money politic. Kecuali, kasus yang muncul belakangan ini soal isu pelecehan seksual yang diduga dilakukan salah satu calon wakil walikota, yaitu Pak Sholihin,” ungkapnya.
Namun begitu, kata Toto , dalam teori negatif campaign, seberapa besar kasus itu berefek elektoral buruk tergantung pada seberapa publik tahu dan seberapa publik percaya. Kalau kasus Sholihin yang menjadi wakil Heri Koswara itu tidak diketahui banyak orang, pasti tak akan berpengaruh.
“Saya kira kasus ini akan jadi batu sandungan buat Paslon yang diusung PKS dan PPP ini untuk menang. Jika publik tahu, dari pengalaman selama ini, sangat potensial merontokkan elektabilitas. Kecuali, Pak Sholihin mampu meyakinkan publik bahwa kasus itu tidak benar dan fitnah,” tegasnya.