Terasmedia.co Jakarta – Advokat dari Tim Advokasi Penegakan Hukum dan Keadilan (Tampak) mengkritik keras Polri. Kritik yang disampaikan Tampak adalah dalam upaya Reformasi Total di tubuh Polri. Selain ikut menyoroti kasus pembunuhan Brigadir J atau Norfiansyah Yosua Hutabarat, Tampak juga menyoroti konsorsium judi online.
Kemudian, Advokat Tampak juga mengajukan Permohonan Pengujian Undang-Undang No. 2 Tahun 2003 tentang Kepolisian di Mahkamah Konstitusi atau Judicial Review, yang saat ini dalam proses sidang dengan Perkara Nomor 104/PPU-XX/2022.
Baca juga : KO BISA YA…!Dugaan Kabareskrim Terima Suap Tambang di Kaltim, Kapolri Diminta Bentuk Timsus
Advokat Sandi Eben Ezer Situngkir, yang merupakan salah seorang inisiator dan juru bicara Tim Advokasi Penegakan Hukum dan Keadilan (Tampak) menyampaikan, pihaknya mengkritik keras keberadaan konsorsium pengusaha yang puluhan tahun dinilai telah membajak proyek APBN di tubuh Polri.
Sandi mengungkapkan, puluhan triliun rupiah anggaran Polri setiap tahun yang ditampung dalam APBN Polri selalu dikuasai oleh beberapa oknum pengusaha.
“Belasan tahun proyek besar di Polri tidak pernah lepas dari 5 atau 6 orang pengusaha yang menurut saya telah membuat konsorsium untuk membagi bagi proyek-proyek besar itu sesuai dengan bidang masing-masing. Satu orang pengusaha dengan mengendalikan sejumlah perusahaan, bisa mendapatkan Rp 5 triliun proyek tiap tahun,” ungkap Sandi Eben Ezer Situngkir, di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Menurut Sandi, pembenahan institusi Polri tidak hanya masalah penegakan hukum dan pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM), tetapi juga Reformasi Total terhadap pengelolaan pengadaan barang lewat APBN yang telah dikuasai kartel.
“Konsorsium APBN Polri ini telah merusak asas-asas pengadaan barang dengan praktik kartel, persekongkolan, monopoli dan lain-lain yang merupakan awal terjadinya praktik korupsi,” ungkapnya.
Sandi melanjutkan, inisial pengusaha yang menguasai proyek-proyek besar Polri selama belasan tahun antara lain M, S, T dan R.
Menurutnya, pengusaha-pengusaha itu menguasai proyek lewat puluhan perusahaan antara lain PT III, TJS, WKI, KCA, RDM, MIM, AMS, PIM, NK, PSU, PSP, JTP, RML, KCA, MPI, MSS, TS, SF, AJW, SJP, MBU, AAL, PIM, ABM dan lain-lain.
“Puluhan perusahaan-perusahaan ini dikendalikan 5 sampai 6 yang menguasai puluhan proyek besar yang bersumber dari APBN Polri setiap tahun,” ujar Sandi.
Untuk menindaklanjuti temuan Tim Advokasi Penegakan Hukum dan Keadilan (Tampak) ini, lanjut Sandi, pihaknya sedang melakukan penelitian dan pengumpulan data untuk diserahkan ke pimpinan Polri, Komisi III DPR RI, serta melaporkan ke lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Polri sebagai institusi penegakan hukum, melindungi dan melayani masyarakat tidak bisa berjalan sendiri tanpa pengawasan. Kita melakukan kritik keras kepada Polri dalam upaya reformasi total kepada Polri. Polri butuh pengawasan dan audit kinerja dan anggaran yang bersumber dari APBN dan pinjaman serta hibah luar negeri,” kata Sandi.
Selain itu, Sandi menambahkan, dalam permohonan uji materi Undang-Undang Polri ke MK, advokat TAMPAK juga memohon kepada MK supaya Komisioner Kompolnas jangan berasal dari Menteri seperti sekarang ini.
“Akan tetapi dipilih dari unsur masyarakat, sehingga dapat melakukan pengawasan kepada Polri. Apabila pengujian ini dikabulkan MK, maka pengawasan dapat dilakukan termasuk menghapuskan kartel pengadaan barang dan jasa di Polri,” tandas Sandi Eben Ezer Situngkir.***