TerasMedia.co,BANTEN | Kombinasi fenomena El Nino dan anomali suhu muka laut di Samudera Hindia bagian barat dan timur (IOD/Indian Ocean Dipole) yang diprediksi akan terjadi pada semester II dapat berdampak pada berkurangnya curah hujan di sebagian wilayah Indonesia selama periode Musim Kemarau tahun ini.
Bahkan, sebagian wilayah Banten diprediksi akan mengalami curah hujan lebih kering dalam tiga dekade terakhir. Meskipun demikian, masyarakat diminta tidak panik menghadapi fenomena El Nino atau musim panas. Hal ini ditegaskan Hartanto, Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah II, Selasa, (30/5).
“Hasil Pengamatan El Nino dan IOD menunjukan positif, yang berarti penurunan curah hujan di wilayah Indonesia. Berdasarkan monitoring awal musim kemarau Dasarian II bulan Mei ini, Provinsi Banten bagian utara sudah memasuki musim kemarau. Daerah yang dimaksud yakni Kota Cilegon, Kabupaten Serang bagian utara, Kota Serang bagian utara, Kota Tangerang bagian selatan, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang bagian tenggara, Kabupaten Tangerang bagian utara, dan Kota Tangerang bagian utara,”jelas Hartanto.
Meskipun demikian, Lanjut Hartanto, pada masa transisi musim, wilayah yang sudah maupun belum memasuki musim kemarau masih dimungkinkan terjadi hujan dalam skala harian hingga mingguan. Hujan ini dipengaruhi oleh aktifnya variabilitas iklim sub-musiman berupa penjalaran gelombang tropis ekuatorial. Selain itu juga disebabkan suhu permukaan laut sekitar yang masih hangat dan ketersediaan uap air di atmosfer masih cukup.
Sedangkan kondisi hujan bulanan pada periode bulan Juni hingga Oktober untuk wilayah Banten diprakirakan berada pada kategori rendah (0-100 mm/bulan). Adapun periode puncak musim kemarau tahun ini diprediksi akan terjadi pada bulan Agustus dengan peluang kejadian curah hujan di bawah normal atau kategori lebih kering dari biasanya. Pada periode musim kemarau, khususnya pada puncak musim kemarau harus diwaspadai adanya potensi kekeringan di wilayah Banten.
“Masyarkat harus waspada musim kemarau yang lebih kering dibandingkan musim kemarau dalam tiga dekade terakhir atau sejak 1990-an. Upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko bencana kekeringan harus disiapkan oleh pemerintah dan masyarakat sebagai bentuk mitigasi. Seperti kekurangan air bersih dan gagal panen yang bisa memicu terganggunya ketahanan pangan” lanjut Hartanto.
Baca juga: Curah Hujan Menurun, Ketua DPD RI Minta Ancaman Kebakaran Hutan Diwaspadai
Pemerintah Daerah dan masyarakat di daerah yang rawan kekurangan air bersih diharapkan dapat melakukan penyimpanan air pada masa peralihan musim hujan ke musim kemarau untuk memenuhi danau, waduk, embung kolom retensi dan penyimpanan air buatan lainnya.
“Masyarakat tidak perlu panik dengan isu El Nino namun tetap mengikuti perkembangan informasi iklim dari BMKG” tutupnya.