Terasmedia.co Jakarta – Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan dua tersangka baru perkara korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 sampai 2023. Dengan penambahan ini sudah sembilan tersangka dalam perkara korupsi yang diduga merugikan negara sekitar Rp1000 triliun tersebut.
Penetapan dua tersangka baru ini disampaikan Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar didampingi Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagumg Harli Siregar, Rabu malam (26/02/2025).
Keduanya adalah MK dan EC. MK adalah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga. Sedangkan EC adalah VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
MK ditetapkan sebagai tersangkan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-19/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 26 Februari 2025. Penetapan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRIN-19/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 26 Februari 2025.
Tersangka EC ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-20/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 26 Februari 2025. penetapan tersangka ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRIN-20/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 26 Februari 2025.
“Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat, Tim Penyidik melakukan penahanan terhadap para Tersangka selama 20 (dua puluh) hari ke depan,” ujar Abdul Qohar.
Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-19/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 26 Februari 2025 atas nama Tersangka MK di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-20/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 26 Februari 2025 a.n Tersangka EC di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Awalnya Mangkir
Berdasarkan penjelasan kedua pejabat Kejagung tersebut, kedua saksi awalnya dipanggil untuk diperiksa penyidik. Namun setelah pemanggilan resmi, keduanya tanpa alasan yang patut tidak memenuhi panggilan penyidik. Akhirnya penyidik melakukan penjemputan paksa dan membawa ke Kantor Jampidsus.
Setelah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi secara maraton, penyidik kemudian menggelar ekspose perkara. Dari ekspose perkara, disimpulkan bahwa memiliki peran sebagai pelaku dan ditetapkan sebagai tersangka.
Selanjutnya kedua tersangka kembali diperiksa dengan status tersangka secara maraton. Setelah pemeriksaan secara maraton tersebut, penyidik kemudian menetapkan keduanya ditahan.
Kasus Posisi
Adapun kasus posisi dalam perkara ini Tersangka MK dan Tersangka EC atas persetujuan Tersangka RS selaku Dirut PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92. Praktek lancung tersebut menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang.
Tersangka MK memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal (storage) PT Orbit Terminal Merak milik Tersangka MKAR dan Tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92. Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core business PT Pertamina Patra Niaga.
Tersangka MK dan Tersangka EC melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term/pemilihan langsung (waktu berjangka) sehingga diperoleh harga wajar tetapi dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot/penunjukan langsung (harga yang berlaku saat itu) sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha/DMUT.
“Tersangka MK dan Tersangka EC mengetahui dan menyetujui adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh Tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping sehingga PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13% sampai 15% secara melawan hukum dan fee tersebut diberikan kepada Tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan Tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa,” ujar Abdul Qohar.
Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun pada 2023. Rinciannya, Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun.
Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun. Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun. Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
Perbuatan Para Tersangka bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-15/MBU/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara. Juga bertentangan dengan TKO Nomor: B03-006/PNC400000/2022-S9 tanggal TMT 05 Agustus 2022 perihal Perencanaan Material Balanca dan Penjadwalan Impor Produk BBM.
“Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkas Abdul Qohar.
Sebelumnya dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh orang tersangka yang terdiri dari empat pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya yakni RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Kemudian SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shiping, AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.
Selanjutnya MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.