Terasmedia.co SERANG – Forum Masyarakat Serang Bersatu (FORMASAT) resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait kegiatan pengadaan website desa di Kabupaten Serang. Dugaan ini melibatkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) yang diduga melakukan kongkalikong dengan PT WSM melalui surat resmi.
Dalam laporan yang diajukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI pada 17 Maret 2025, FORMASAT menyebutkan bahwa kegiatan pengadaan ini diduga telah menyebabkan kebocoran anggaran hingga Puluhan miliar.
Mirisnya, Kepala desa dipaksa melalui surat tersebut agar menggunakan jasa PT WSM dengan biaya yang dinilai tidak wajar, mencapai Rp 97 juta per desa.
Terkait hal itu, FORMASAT melaporkan tiga nama yang diduga terlibat dalam kasus ini, yakni berinisial (R), (H), serta (M), Direktur PT WSM yang diduga menerima gratifikasi dari kegiatan pengadaan website ini.
Mewakili FORMASAT, Tati mengungkapkan bahwa kegiatan pengadaan ini dimulai dengan surat DPMD Kabupaten Serang Nomor 005/190/DPMD/2023, tertanggal 10 Februari 2023, yang mewajibkan seluruh desa menggunakan jasa PT WSM. Surat ini diduga merupakan kelanjutan dari kebijakan (R) saat masih menjabat Kepala DPMD.
Perusahaan ini juga disebut tidak memiliki server sendiri dan hanya menyewa dari pihak ketiga. Lebih parahnya, seluruh website desa terindikasi menggunakan IP Address yang sama, sehingga keamanan data desa sangat rentan.
Selain itu, kata Tati, fitur dalam website desa tidak berfungsi sebagaimana mestinya, termasuk layanan administrasi yang seharusnya mempermudah masyarakat. Anehnya, setelah kasus ini ramai diberitakan media, pihak PT WSM mulai melakukan perbaikan, yang semakin menguatkan indikasi adanya penyimpangan.
FORMASAT menduga bahwa proyek ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengandung unsur gratifikasi. Beberapa indikasi yang ditemukan antara lain adanya arahan bagi desa untuk menggunakan jasa PT WSM, serta skema pembayaran dua tahap yang memaksa desa melunasi biaya sebelum dapat mengakses layanan website.
Selain itu, kata Tati, proyek ini terkesan sebagai bentuk pemborosan anggaran, mengingat biaya pembuatan website jauh melebihi harga pasar. Lebih lanjut, tidak adanya transparansi dalam perencanaan proyek ini di Musrenbangdes dan RKPDes semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan.
Atas dasar temuan ini, “Kami (Red-FORMASAT) meminta KPK untuk segera melakukan audit dan investigasi terhadap proyek tersebut,” tegas Tati.
FORMASAT berharap agar kasus ini segera ditindaklanjuti demi menjaga transparansi dan keadilan dalam penggunaan anggaran daerah.