Bongkar: Pemerintah Tak Berdaya Menindak Tegas Aktor Pemagaran Laut

Bongkar: Pemerintah Tak Berdaya Menindak Tegas Aktor Pemagaran Laut I Teras Media
Pagar laut.
Ikuti kami di Google News

Terasmedia.co Jakarta – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai pemerintah tidak menunjukkan keseriusan menindak pelaku perusak air laut yang membangun pagar laut. Selain belum terungkap siapa pelakunya, denda yang bakal dikenakan kepada pelaku juga disebut terlalu ringan.

“KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) telah menetapkan denda sebesar Rp18 juta per kilometer, denda tersebut jauh lebih ringan dan murah dari pada harga bambu tersebut,” ujar Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati melalui keterangannya yang dikutip pada Rabu, 29 Januari 2025.

“Hal seperti inilah yang membuat pelaku perusakan laut, pesisir maupun pulau kecil tidak jera dan tidak menimbulkan efek menakutkan bagi pelaku tersebut serta pelaku lainnya,” tambahnya.

Bacaan Lainnya

Dengan asumsi denda Rp18 juta per km dengan total panjang pagar laut sekitar 31 km, maka total denda yang diminta pemerintah ialah sebesar Rp558 juta. Susan menilai denda itu terpaut jauh di bawah kerugian nelayan seperti yang disampaikan Ombudsman RI, yakni senilai Rp7,7 miliar per bulan.

Hal itu dinilai menggambarkan pemerintah tak mampu menindak tegas sekaligus mengungkap pelaku perusak laut, pesisir, dan pulau kecil. Itu juga dianggap bakal memberikan kesan penindakan dilakukan sebatas pada upaya penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari denda yang diberikan.

Diketahui, KKP telah mengeluarkan perhitungan denda Rp18 juta per km atas pelanggaran pemagaran laut tersebut. Perhitungan denda tersebut mengacu dan didasarkan pada perhitungan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Ketidakseriusan ungkap aktor penerbitan SHM dan SHGB

Selain ketidakseriusan dan ketidaktegasan Menteri KP dalam mengungkap dan menindak pelaku pemagaran laut, ketidakseriusan dan ketidaktegasan Menteri ATR/BPN dalam mengungkap aktor pelaku baik di tingkat pemerintah desa maupun aktor pelaku di kantor pertanahan Kabupaten Tangerang yang telah menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di perairan laut Kabupaten Tangerang.

“Telah terang dan jelas SHM dan SHGB ini terdapat di Desa Kohod dan diduga melibatkan aparatur desa setempat serta Kantor Pertanahan Tangerang, hingga sertifikat tersebut diterbitkan,” kata Susan.

“Atas terbitnya SHM dan HGB tersebut, seharusnya pihak penegak hukum baik Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, bahkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di ATR/BPN dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan atas hal tersebut. Bahkan sudah ada pengakuan dari warga yang namanya dicatut sebagai salah satu pemilik dari sertipikat hak atas tanah di laut tersebut,” sambung dia.

Menurut Susan, pencatutan nama adalah kejahatan serius dan harus diungkap dan ditindak oleh penegak hukum, karena hal tersebut merupakan tindakan pidana. Akan tetapi hingga sampai saat ini tidak ada kejelasan terkait siapa pihak pelaku penerbitan SHM dan SHGB ini.

“Proses ini harus dibuka ke publik sehingga transparan dan tidak ada pihak yang diduga dilindungi atas kejahatan hukum ini,” tutur Susan.

(BM).

Pos terkait